dr. Reisa Broto Asmoro. (BP/iah)

DENPASAR, BALIPOST.com – Hanya dengan bersama kita bisa lalui pandemi ini, demikian pernyataan dari Presiden Joko Widodo pada awal pelaksanaan PPKM Darurat yang dikutip Duta Adaptasi Kebiasaan Baru, dr. Reisa Broto Asmoro. Berbicara dalam keterangan pers virtual yang disiarkan Sekretariat Presiden, Rabu (1/9), Reisa mengungkapkan bahwa selama sepekan terakhir telah terjadi penurunan kasus aktif secara nasional karena diberlakukannya PPKM.

Di saat PPKM, mobilitas masyarakat mengalami penurunan. Hal ini, menurutnya, menjadi salah satu kunci dalam memerangi varian Delta yang lebih cepat penyebarannya. “Untuk memerangi varian Delta, kuncinya adalah protokol kesehatan yang ketat dikali dengan pengurangan mobilitas,” ujarnya.

Ia pun mengambil contoh keberhasilan Semarang dalam menurunkan level PPKM-nya. Dalam evaluasi mingguan yang dilakukan Satgas Penanganan COVID-19 Nasional, masyarakat Semarang dalam melakukan protokol kesehatan 3 M (Memakai Masker, Mencuci Tangan, dan Menjaga Jarak serta Tidak Berkerumun) sangat baik. Dari dashboard pemantauan Satgas COVID-19 Nasional, kepatuhan masyarakat Semarang untuk memakai masker mencapai 97 persen. Sedangkan dalam hal menjaga jarak dan menjauhi kerumunan mencapai 88 persen.

“Memang masih perlu perbaikan, tapi angka kepatuhan ini cukup tinggi. Hampir 9 di antara 10 orang di Semarang paham, bahwa menjaga jarak dan tidak berkerumun akan membuat diri mereka lebih aman dari risiko penularan COVID-19,” kata Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19 ini.

Baca juga:  Tambahan Kasus COVID-19 Dilaporkan 6 Wilayah di Bali

Antusiasme masyarakat Semarang divaksinasi juga tinggi. Ia mengatakan warga yang sudah divaksinasi dosis 1 mencapai 77 persen dan 53 persen sudah menerima dosis kedua.

Semarang yang ada di level 2 dalam PPKM yang berlangsung hingga 6 September ini, disebutkannya tidak serta merta meningkatkan mobilitas. Aplikasi Silacak yang dikembangkan Kementerian Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marinves), mencatat, Semarang meski ada di level 2 tidak mengalami peningkatan mobilitas yang signifikan. Peningkatannya masih di bawah 3 persen.

Hal ini juga diperkuat dari pantauan Google Community Mobility Report per 25 Agustus yang mencatat bahwa mobilitas masyarakat Semarang dan Jawa Tengah yang pergi dan pulang dari kantor berada di bawah 20 persen. Ini artinya masih yang banyak kerja dari rumah (work from home). “Ini artinya, masyarakat Semarang pun yang sudah berada di level 2 masih berhati-hati dalam melakukan mobilitas. Hal ini wajar karena pandemi belum berakhir,” ujarnya.

Baca juga:  Cegah Klaster Penularan Covid-19, Larangan Pesta Nataru Demi Kesehatan Bersama

Semarang belum benar-benar aman, jika Jawa Tengah, Indonesia, maupun dunia masih mengalami pandemi COVID-19. “Tidak ada yang aman sepenuhnya kalau COVID-19 masih menjadi pandemi,” sebut Reisa.

Ia pun meminta agar perilaku warga Semarang ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat di luar Semarang. Turunnya kasus konfirmasi bukan serta merta menjadi bebas risiko dari COVID-19. “Tetap ketatkan protokol kesehatan, terutama memakai masker, masker double lebih baik. Menjaga jarak aman dan rajin mencuci tangan, tidak berkerumun dan kurangi mobilitas,” ajaknya.

Sukses di Kudus

Kisah sukses Kudus juga bisa jadi pelajaran. Lonjakan kasus COVID-19 di Kudus, Jawa Tengah, sempat menyedot perhatian publik. Dari data Satgas Penanganan COVID-19, jumlah kasus positif di kota ini melonjak hingga 30 kali lipat dalam waktu sepekan.

“Sekarang situasi kasus COVID-19 di Kudus sudah sangat landai, dengan penerapan PPKM Level 2,” ungkap Bupati Kabupaten Kudus, H.M Hartopo dalam dialog virtual Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) – KPCPEN, belum lama ini.

Hartopo mengakui jika lonjakan kasus pada pertengahan Juni 2021 lalu dipicu oleh mobilitas masyarakat yang tinggi dalam rangka menjalankan tradisi hari raya.

Baca juga:  Imigrasi Soetta Berlakukan Penggunaan Golden Visa

Namun begitu, respons pemerintah kabupaten, cepat. Beberapa kunci pengendalian yang dapat dipelajari antara lain adalah penguatan testing, tracing, treatment (3T), termasuk penyediaan isolasi terpusat di kabupaten dan desa agar tidak terjadi klaster keluarga. Kudus juga mengaktifkan sistem kolaborasi jogo tonggo (menjaga tetangga) dengan melibatkan relawan, pokdarwis, karang taruna, PKK.

“Dalam jogo tonggo, yang sehat membantu yang sakit, yang kaya membantu yang miskin. Selain itu, kami selalu melakukan update data mulai dari zonasi terkecil, yaitu dari tingkat RT. Dengan demikian, kami bisa saling memantau dan bila ada masalah segera tertangani,” tambah Hartopo.

Upaya lain adalah menggenjot percepatan vaksinasi dengan bersinergi bersama pihak swasta, aparat, dan masyarakat. Saat ini, cakupan vaksinasi di Kudus adalah 24 persen untuk dosis 1 dan 20 persen untuk dosis lengkap.

Akselerasi vaksinasi COVID-19 masih berlangsung di berbagai daerah. Pemerintah pusat dan daerah terus berupaya mempercepat peningkatan cakupan vaksinasi. Upaya peningkatan cakupan vaksinasi, antara lain dilakukan dengan menyediakan fasilitas pelayanan vaksinasi massal, vaksinasi keliling, vaksinasi terapung, hingga vaksinasi dari rumah ke rumah. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *