Seorang wisatawan berada di Pantai Legian di saat pandemi berlangsung. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pariwisata Bali yang sudah terpuruk sejak 1,5 tahun lalu akibat belum dibukanya pariwisata internasional, membuat pelaku di industri ini makin kelimpungan. Terlebih, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) membuat mobilitas warga terbatas.

Menurut Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Bali, I Putu Astawa, pelaku industri saat ini sudah sangat terpuruk. Ia pun berharap agar dilakukan uji coba dibukanya Bali untuk wisatawan mancanegara.

Karena menurutnya, selama ini, Bali sudah menerapkan secara ketat terkait protokol keehatan. “Apa yang sudah kita lakukan 3T, yakni yang pertama adalah trust, trial, dan travel, sudah kita lakukan. Kita saatnya uji coba lah, mungkin seharusnya kita batasi 1.000 orang, negaranya apa saja. Sehingga tetap bisa memelihara kebersamaan dan semangat insan pariwisata kita untuk bangkit kembali,” kata Astawa di hadapan perwakilan dari Kementerian Pariwisata, akhir pekan lalu.

Baca juga:  Bersamaan dengan Nyepi, Siswa Tak Perlu Sekolah saat Perayaan Saraswati

Pembukaan border internasional ini, kata dia, perlu dipastikan. Karena dunia bisnis di sektor pariwisata, memang butuh kepastian, dan disiapkan jauh hari. “Jangan nanti, rencana dibuka besok, baru sekarang diumumkan. Minimal 1 bulan sebelumnya, itu sudah ada announce (pengumunan, red),” pintanya .

Lebih lanjut, kata Astawa, banyak paket wedding yang tidak berani diterima karena belum ada kepastian pembukaan border. “Itu (wedding-red) order nya begitu banyak. Bahkan Spending money-nya juga luar biasa banyak. Oleh karena itu, tolong dikomunikasikan di pemerintah pusat. Perlu ada skenario planning untuk open border itu di-announce minimal 30 hari sebelum open border,” ucapnya.

Baca juga:  Biaya Perawatan Pengungsi Rp 130 Juta, Baru Dilunasi Rp 4 Juta

Sementara itu, Koordinator Strakom dan Kemitraan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Dedi Kurnia, menyampaikan, untuk menjalankan  pariwisata, faktor utamanya adalah keamanan. Dalam kondisi seperti sekarang ini, diperlukan tidak hanya keamanan dari fisik, namun juga terkait kesehatan.

Sehingga untuk menentukan kita membuka pariwisata atau tidak, juga harus melihat faktor keamanan dari  kesehatan. “Karena tidak hanya melihat faktor fisik saja ,kalau kesehatan belum menunjang, tentu itu akan merugikan kedepannya,” kata Dedi.

Baca juga:  Pariwisata Bali Dibuka, Menparekraf akan Tindak Lanjuti VoA

Untuk ini pihaknya juga telah beberapa kali melakukan rapat koordinasi yang dipimpin oleh Kemenko Marves, Luhut B. Pandjaitan, untuk melihat dari berbagai sudut pandang, termasuk juga bersama Imigrasi, kemenkes dan juga dari Kemenlu, untuk pembukaan border. Ditegaskannya, untuk saat ini, yang paling penting diperhatikan adalah terkait isu kesehatan.

Diakuinya, sempat ada rencana membuka pariwisata internasional pada Juli untuk Bali. Namun, aspek keamanan kesehatan menjadi penting, sehingga harus menunggu sedikit lebih lama lagi untuk pembukaan itu. “Sehingga benar-benar, kegiatan pariwisata ini seharusnya menggembirakan dan membahagiakan, bukan malah sebaliknya. Tentu ada pertimbangan lain sehingga pariwisata batal dibuka bulan Juli kemarin,” ucapnya. (Yudi Karnaedi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *