Petugas kesehatan memeriksa suhu salah seorang difabel sebelum vaksinasi di DPRD Bali, Selasa (7/9). Pemerintah terus menggencarkan pelaksanaan vaksinasi untuk semua masyarakat, guna mempercepat pemulihan sektor kesehatan dan terciptanya herd immunity. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Hidup berdampingan dengan COVID-19 adalah strategi jangka panjang yang ditetapkan Indonesia. Sebab, seperti yang diungkapkan Presiden Joko Widodo dalam sejumlah kesempatan COVID-19 tak akan hilang dalam waktu dekat.

Pernyataan ini, dilontarkan kembali oleh Presiden saat kunjungannya ke Blitar, Selasa (7/9), dipantau dari YouTube Sekretariat Presiden. “Karena kita tahu bahwa COVID-19 ini tidak mungkin akan hilang, yang bisa kita adalah mengendalikan jangan sampai terjadi peningkatan yang sangat eksponensial karena Virus Corona ini,” ujarnya Jokowi.

Pada kesempatan itu, Presiden Jokowi kembali meminta kepada masyarakat untuk tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan, meskipun telah divaksin. Hal tersebut harus dilakukan untuk menjaga diri dari penularan virus COVID-19, terutama varian baru seperti varian delta dan varian Mu.

Untuk itu, diutarakan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu, pemerintah menyusun strategi jangka panjang menyikapi kemungkinan pandemi COVID-19 akan tetap ada dalam waktu lama. Pilihan terbaik bagi masyarakat saat ini adalah tetap menegakkan disiplin protokol kesehatan (prokes) sebagai jalan menuju tatanan kehidupan baru.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengingatkan agar negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, mempersiapkan diri mengambil langkah-langkah. Dijelaskannya, sejak awal Agustus 2021, pemerintah telah menyusun kajian dan strategi hidup berdampingan dengan virus Corona.

“Tampaknya virus Corona penyebab COVID-19 akan hidup cukup lama bersama dengan kita, bisa
tahunan. Strateginya adalah bagaimana menjalani hidup normal dengan mematuhi protokol kesehatan sembari menjalankan aktivitas perekonomian dengan aman,” sebut Maxi yang berbicara dalam Dialog virtual Semangat Selasa “Kesiapan Hidup Berdampingan dengan COVID-19” yang disiarkan kanal YouTube FMB9ID_IKP.

Ia menyebutkan pemerintah melakukan upaya persuasif agar masyarakat melakukan prokes ketika berada di ruang publik. “Misalnya masuk dan keluar melalui pintu berbeda, memindai barcode PeduliLindungi, pakai masker, cuci tangan, dan menjaga jarak,” ujar Maxi.

Maxi menambahkan, prokes merupakan dasar tatanan hidup baru bagi masyarakat. “Tidak ada pilihan lain selain disiplin menjalankan protokol kesehatan sebagai salah satu kebiasaan baru,” ujarnya.

Baca juga:  Mengenang Tragedi Bom Bali, Doa Bersama dan Tarian Perdamaian Digelar

Pemerintah saat ini menyiapkan peta jalan hidup bersama COVID-19 melalui asesmen terkait kebiasaan baru di level tertentu. “Asesmen ini disesuaikan dengan status wilayah, misal level 1 dan 2 agak longgar dibandingkan dengan level 3 dan 4,” ujar Maxi.

Penguatan 3 T

Pemerintah juga menguatkan strategi tracing, testing, treatment (3T), serta percepatan vaksinasi.
Saat ini, rata-rata kasus harian COVID-19 di Indonesia sudah menurun. “Kasus konfirmasi positif sudah mencapai 6,7%, mendekati yang disyaratkan WHO di bawah 5%,” ujar Maxi.

“Semua itu tak lepas dari partisipasi masyarakat sehingga membuat kasus harian COVID-19 Indonesia menurun. Indikator BOR (Bed Occupancy Rate) juga membaik, saat ini di bawah 20 persen. Demikian juga indikator kematian harian di bawah 500 per hari,” paparnya.

Disebutkannya, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mampu menekan angka mobilitas masyarakat. “PPKM menekan mobilitas 20-30 persen sehingga dapat menurunkan laju penularan. Namun penurunan ini jangan membuat euforia dan lengah sehingga abai prokes, misalnya tidak memakai masker. Abai prokes bisa membuat kasus COVID-19 kembali naik,” katanya mengingatkan.

Maxi menekankan, dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam, mobilitas masyarakat Indonesia relatif rendah. “Filipina berhasil menekan mobilitas bisa sampai 25-30 persen, namun kasus naik. Sedangkan Vietnam mobilitas masih tinggi 60-70 persen sehingga kasusnya naik,” ujarnya.

Dari kondisi ini, ia pun mengatakan kasus COVID-19 berbanding lurus dengan kesadaran masyarakat dalam mematuhi prokes. Namun diakui mengubah perilaku masyarakat tidaklah mudah sehingga harus selalu diingatkan agar kasusnya yang menurun tidak naik lagi. “Tidak boleh jumawa, tetap harus patuhi prokes,” tandas Maxi.

Maxi menambahkan, menurunnya kasus positif COVID-19 juga terkait dengan upaya percepatan vaksinasi yang dilakukan pemerintah untuk mencapai target herd immunity 208 juta penduduk yang mendapatkan dosis vaksin lengkap. Dalam hal ini dibutuhkan sekitar 400 juta dosis vaksin.

Hingga akhir Agustus, sekitar 100 juta dosis vaksin COVID-19 sudah disuntikkan. “Program vaksinasi on the track. Percepatan vaksinasi berjalan seiring dengan ketersediaan vaksin. Mulai Agustus, stok vaksin di Indonesia mulai banyak sehingga bisa dilakukan vaksinasi 1,5 juta – 2 juta vaksinasi per
hari. Untuk September ditargetkan bisa tersedia vaksin 80 juta, dengan demikian bisa dilakukan vaksinasi 2,3 juta – 2,5 juta vaksin per hari agar tercapai herd immunity hingga akhir tahun. Tapi yang terpenting adalah dilakukan vaksinasi sebanyak-banyaknya,” kata Maxi.

Baca juga:  Rilis IKP, Begini Potensi Kerawanan Pemilu di Bali

Ia menekankan, hidup berdampingan dengan COVID-19 berarti masyarakat harus siap dan bersedia menerapkan prokes, bersedia dilakukan tracing dan testing, serta vaksinasi. “Bagi yang
belum vaksin, datanglah untuk mendapatkan vaksin untuk lindungi diri sendiri dan orang lain,” pungkasmya.

Sementara itu, Guru Besar FK UI dan Anggota Komite Penasihat Ahli Indonesian Technical Advisory
Group on Immunization (ITAGI), Prof. Dr. dr. Soedjatmiko, SpA (K), Msi., mengatakan vaksinasi COVID-19 Indonesia berada di posisi enam besar dunia. “Kita bersyukur pemerintah bekerja keras bisa mendapatkan vaksin dengan cepat, dan masyarakat juga sadar menjaga prokes serta mau divaksinasi sehingga kasus COVID-19 menurun. Yang penting adalah menjaga agar tidak terjadi gelombang ketiga,” ujarnya.

Dari Diri Sendiri

Menurut Prof Miko, agar bisa hidup berdampingan dengan virus corona, harus dimulai dari diri sendiri dan keluarga agar jangan sampai kemasukan virus. “Agar tidak sakit, virusnya tidak bisa bermutasi, maka harus taat prokes. Kalau virus masuk ke dalam tubuh, maka bisa bermutasi dan berubah sifat, misalnya lebih cepat menular dan tidak mempan vaksin,” ujarnya.

Prof Miko menekankan, vaksin bukanlah perlindungan utama. “Yang utama adalah virus jangan masuk ke tubuh melalui hidung, mata dan mulut. Caranya patuh prokes, pakai masker dengan benar, jangan longgar, jangan melorot, harus menutup hidung mulut dan dagu, cuci tangan dan jaga jarak,” ujarnya.

Dengan memakai masker yang benar, maka kita akan terlindung dari virus varian apapun, khususnya saat berada di fasilitas umum. “Riset menunjukkan, hanya melepas masker 10 detik saja bisa terpapar varian Delta,” ujar Prof Miko

Orang yang mobilitasnya tinggi disarankan memakai masker dengan benar dan tetap memakainya saat berada di rumah. “Biasakan memakai masker di rumah. Karena jika virus terlanjur masuk ke saluran napas bisa menular ke orang lain saat tidak terlindung masker,” jelasnya.

Baca juga:  Wabah COVID-19 Memburuk, Australia Batasi Jumlah WN yang Diizinkan Pulang

Saat terpapar virus corona, sebut Prof Miko, orang yang sudah divaksinasi, vaksin akan merangsang kekebalan tubuh. “Tentara dalam tubuh akan menyerang virus,” ujarnya.

Masker efektif melindungi 77-79 persen jika dipakai dengan benar, sedangkan vaksin memberikan perlindungan 65-95 persen tergantung jumlah dan varian virus. “Vaksin ini benteng kedua setelah patuh prokes. Pastikan kaum yang rentan, misalnya lansia, yang belum divaksin agar segera divaksin dua kali. Studi menunjukkan lansia yang belum divaksin jika terkena COVID-19 kemungkinan meninggal 46 persen,” ungkapnya.

Selain lansia, orang dengan komorbid juga didorong melakukan vaksinasi asal kondisinya stabil, demikian juga anak-anak usia 12-17 tahun. “Setelah divaksin selalu patuh prokes,” tandasnya.

Dokter yang juga influencer, dr Nadia Alaydrus menekankan, dengan PPKM yang dilonggarkan bukan berarti tidak patuhi prokes. “Dari 5M tidak bisa hanya pakai masker saja, namun juga harus cuci tangan, jaga jarak, jauhi kerumunan, dan kurangi mobilitas,” ujarnya.

Jika tidak mau ada mutasi virus dan gelombang penularan baru, Nadia mendorong agar semua orang menahan diri untuk tidak kumpul-kumpul dulu. “Jangan sampai acara kumpul-kumpul jadi sarana penularan. Nanti ada waktunya kok. Sabar-sabar dulu. Kalau mau makan di tempat umum boleh tapi harus patuh prokes. Pilih makan di outdoor, saling jaga jarak, jangan berkerumun,” ujarnya.

Nadia menambahkan selain patuh prokes dan vaksinasi, hal yang tak kalah penting adalah menjaga daya tahan tubuh dan menjalankan pola makan sehat. Dokter influencer ini juga mengingatkan agar masyarakat tidak pilah pilih vaksin tertentu. “Vaksin yg terbaik adalah vaksin yang tersedia dengan cepat, apapun mereknya. Manfaatnya sama. Tubuh bisa mengenali virus, bentuknya saja yang beda, ada virus yang dimatikan atau yang berbasis RNA. Yang menunggu vaksin merek tertentu malah tidak tidak cepat divaksin. Hal ini yang malah bahaya,” ujarnya. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *