MANGUPURA, BALIPOST.com – Kejari Badung pimpinan I Ketut Maha Agung menuntut berat terdakwa dugaan korupsi kredit topengan, Rabu (8/9). Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, JPU Dewa Lanang Arya melalui Luh Heny F Rahayu dan I Putu Windari Suli, menuntut terdakwa Ida Bagus Gede Subamia dengan pidana penjara selama tujuh tahun.
Jaksa di hadapan majelis hakim tipikor pimpinan Dr. I Gede Yuliartha, juga menuntut terdakwa yang mantan petugas kredit di Bank BUMN itu untuk membayar denda Rp 890,562 juta. Dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa untuk dilelang.
Dalam hal harta bendanya tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama tiga tahun dan enam bulan. “Juga menjatuhkan pidana denda terhadap terdakwa sebesar Rp 250 juta, subsider enam bulan kurungan,” tuntut jaksa Heny.
Dalam kasus ini, terdakwa tersebut dinyatakan terbukti bersalah sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 tentang tipikor, sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan primer.
Mendengar tuntutan itu, kuasa hukum terdakwa, Kadek Agus Suparman dan Gde Manik Yogiartha, terlihat geleng-geleng dan tidak menyangka tuntutan setinggi itu. “Kita akan ajukan pledoi. Kami mohon waktu sepekan yang mulia,” ucap Suparman.
Sementara dalam surat tuntutanya, jaksa dari Kejari Badung itu menilai terdakwa Ida Bagus Gede Subamia, sebagaimana keterangan saksi, ahli, dan juga pemeriksaan terdakwa, dinilai cukup bukti melanggar Pasal 2 UU Tipikor. Terdakwa dinilai tidak melaksanakan ketentuan, serta tidak menggunakan prinsip kehati-hatian. Seperti melakukan kredit topengan, melakukan tempilan kredit, pemakaian setoran pelunasan, melakukan pemakaian angsuran pinjaman, melakukan pencurian dokumen, dan melakukan penggelapan bukti kepemilikan kendaraan milik debitur. (Miasa/balipost)