AMLAPURA, BALIPOST.com – Wacana Bali akan menolak wisatawan mancanegara berkategori “backpacker” muncul seiring akan dibukanya pintu pariwisata. Namun, keberadaan wacana ini dinilai akan merugikan Bali.
Salah satu WN Kanada yang hampir 20 tahun tinggal di Karangasem, Michel, mengatakan backpacker sangat berperan dalam mempromosikan Bali ke dunia luar. Para backpacker ini juga memiliki andil dalam menggerakan perekonomian karena mereka menyebar dan menghabiskan uangnya di tempat mereka tinggal.
Michel mengungkapkan, saat pandemi berlangsung seperti sekarang, turis yang masih berada di Bali hampir 70 persen adalah para turis backpacker. Adanya wacana menolak turis backpacker, dinilai akan sangat merugikan Bali yang merupakan tujuan pariwisata dunia.
“Saya rasa, tidak semua turis backpacker itu adalah turis miskin. Mereka memilih sebagai turis backpacker hanya untuk efesiensi. Terutama, membawa barang-barang bawaan, seperti baju, tas dan keliling berwisata,” ucapnya, Senin (20/9).
Ia yang tergabung dalam di komunitas backpacker di Kanada ini mengungkapkan para turis backpacker diterima di hampir semua negara. Sehingga, sangat disayangkan ada wacana untuk melakukan penolakan turis backpacker ke Bali.
“Pernyataan itu sudah tersebar di seluruh dunia. Apalagi menjadi pembicaraan di komunitas backpacker dunia. Pelarangan ini sangat merugikan Bali karena akan membuat turis menjadi enggan ke Bali,” ujar bule yang menetap di Desa Seraya Barat ini.
Sementara itu, anggota DPRD Bali asal dapil Karangasem, I Wayan Kari Subali, menjelaskan, pemerintah tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap para turis yang ingin beriwisata di Bali. “Tapi, kalau untuk mengatur agar turis tidak sampai overstay, misalnya harus mendepositkan uang terlebih dahulu sebagai jaminan saya setuju, kalau melarang saya belum sependapat,” ujarnya. (Eka Parananda/balipost)
70% turis yg stay selama pandemi adalah backpacker dengan segala kelakuan tengil nya. Anti mask, anti vaxx etc