DENPASAR, BALIPOST.com – Kepala Dinas Pariwisata Jembrana, I Nengah Alit didudukan di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor Denpasar. Ia didakwa dugaan kasus korupsi pengadaan rumbing (hiasan kepala kerbau) untuk makepung 2018 di Jembrana, yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 200 juta.
Alit tidak sendirian. Dalam sidang secara virtual pimpinan hakim Heriyanti, pihak ketiga terdakwa I Ketut Kurnia Artawan, juga turut disidang secara online.
Agendanya adalah pembuktian. Namun sebelum sidang pembuktian dengan pemeriksaan saksi, Selasa (21/9), sempat dirembug soal sidang offline atau online karena saksi banyak berada di Jembrana. Sedangkan posisi terdakwa saat ini berada di salah satu polsek di Jembrana.
Sementara JPU dari Kejari Jembrana, dalam pembuktiannya menghadirkan tiga orang saksi. Mereka adalah Putu Adi Arianto yang merupakan PNS dan mempunyai kedudukan di Dinas Pariwisata Jembrana, I Dewa Ayu Komang Suandewi (PNS pengadaan) dan I Gede Sudarsana (Kasi Lembaga Adat Disparbud Jembrana).
Saksi Adi Arianto, Dewa Ayu dan Gede membenarkan adanya pengadaan rumbing di Disparbud Jembrana. Terdakwa Alit merupakan PA (Pengguna Anggaran) dalam proyek tersebut.
Sedangkan sumber dana itu dari BKK tahun 2017 yang bersumber dari bantuan PHR Kabupaten Badung. Hal itu dijelaskan para saksi yang bersidang secara offline dari Pengadilan Tipikor Denpasar.
Keterangan saksi Arianto paling banyak digali jaksa dan hakim karena posisinya sebagai PPTK dalam proyek tersebut. Salah satunya soal proposal yang diajukan. Yakni terkuak proposal 2018, namun tanggal pembuatan dibuat mundur, yakni dibuat April 2017.
Saksi mengatakan karena untuk perubahan anggaran. “Siapa yang minta?” tanya hakim.
JPU menanyakan soal permohonan ke Bupati Badung? Kapan dibuat permohonanya? Saksi mengatakan Desember 2017. Dan pada 14 Mei 2018 permohonannya disetujui Bupati Badung.
Salah satu yang disetujui nilainya Rp 300 juta. Jaksa kemudian melanjutkan soal volume pengadaan.
Terungkap juga dalam persidangan, dari keterangan saksi, guna menghindari tender, proyek tersebut dipecah-pecah. Hakim pun sempat menanyakan soal surat pengadaan langsung atau penunjukan langsung. (Miasa/balipost)