DENPASAR, BALIPOST.com – Di masa pandemi COVID-19, kegiatan mengolah bahan pangan meningkat. Kegiatan ekonomi ini diminati di masa pandemi.
Pantauan ini didukung data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali yaitu industri pengolahan yang menunjukkan kontribusi Rp 3,62 triliun pada triwulan II 2021 terhadap PDRB Bali.
Kontribusi ini meningkat dibandingkan triwulan I 2021 (qtq) maupun triwulan II 2020 (yoy). Berdasarkan struktur PDRB, industri pengolahan pada triwulan II 2021 merupakan 10 besar kontributor PDRB Bali terbesar. Secara qtq maupun yoy, industri pengolahan pada triwulan II 2021 juga menunjukkan pertumbuhan positif yaitu masing-masing 3,60% (qtq) dan 0,42% (yoy).
Kepala Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Ir. Nyoman Suarta, M.Si. mengatakan, masyarakat petani saat ini lebih berfokus pada pengolahan pangan saat ini, khususnya para istri petani. Hasil produksi bahan pangan oleh petani diolah oleh para istri dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) menjadi bahan pangan bernilai tinggi.
Nilainya pun bisa meningkat 10 kali lipat dibanding dengan hanya menjual bahan pangan mentah. Seperti olahan keladi yang biasanya dijual di pasar satu keranjang seharga Rp 5.000, dengan diolah menjadi tepung keladi, harganya menjadi lebih tinggi yaitu Rp 25.000 per kilo.
Apalagi di masa pandemi ini, ketika indutri pariwisata yang biasa menyerap produk pertanian tidak bekerja dengan baik. Hasil olahan pertanian dapat menjadi penopang.
“Bidang Penganekaragaman memiliki program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) yang mana selama tiga tahun pendampingan, tidak hanya proses menanam yang didampingi tapi di tahun kedua, KWT didorong untuk membuat benih dan bibit secara mandiri. Setelah itu di tahun ketiga, KWT didorong untuk mengolah hasil pertaniannya,” bebernya.
Dari 294 KWT yang telah dibina, kata Suarta, etelah tiga tahun KWT tetap berjalan bahkan ada yang maju. Ia menargetkan 714 desa mendapat pembinaan dari pemerintah.
Pembinaan tidak hanya pada proses hulu, tapi juga di hilir dan pemasaran dengan digitalisasi. P2L menurutnya, tidak hanya meningkatkan taraf hidup petani tapi juga berdampak pada lingkungan. “Pada Agro Pertiwi misalnya, lahan yang awalnya dipenuhi sampah plastik, ketika dimanfaatkan menjadi lahan produktif, warga tak ada lagi yang membuang sampah kesana,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)