DENPASAR, BALIPOST.com – Perenang PON Bali Eva Liliana van Leenen tidak memikirkan lawan yang dihadapi, tetapi selama TC sentralisasi hanya fokus mempertajam catatan waktu. Kiat ini cukup ampuh dan terbukti Lili merupakan satu-satunya perenang yang mendulang emas, di gaya dada 50 meter, pada PON di Jabar 2016.
“Kepercayaan diri saya bangkit, selama pelatda. Apalagi, selama pandemi covid-19 tidak ada kejuaraan, sehingga sulit mengukur kemampuan lawannya,” cetus perenang yang akrab disapa Lili ini, di Denpasar, Selasa (28/9). Ia mengisahkan, dirinya bercokol pada ungulan keenam, namun bisa menyabet emas.
Bagi Lili, berenang bukan sekadar adu teknik dan fisik, melainkan mental bertanding juga sangat menentukan. Karena itu, Lili hanya konsentrasi bagaimana caranya dalam tiap latihan, terus senantiasa bisa mempertajam catatan waktu (best time). “Kalau saya di kolam tidak memikirkan kekuatan lawan, walaupun menghadapi atlet mana pun tetap bertekad menjadi yang tercepat,” terang perenang kelahiran Rotterdam, Belanda, 8 Maret 1995 ini.
Lili sendiri turun di perorangan gaya dada 50 m, 100 m, 200 m, serta beregu estafet 4 x100 m gaya ganti dan bebas. “Yang terpenting, perenang itu bagaimana caranya bisa mempertajam limit,” beber putri tunggal pasangan Gerrit van Leenen (alm) dengan Luh Lita ini.
Pada bagian lain, pelatih PON Gede Meiga Wira Pradtama menuturkan, atlet tidak boleh keder meladeni atlet level SEA Games, Asian Games, sampai Olimpiade. “Pada hajatan multievent Olimpiade, unggulan kedelapan bisa merebut emas,” ungkap Meiga yang juga suami Lili ini.
Untuk itu, dirinya meminta kepada atlet PON agar tidak mudah menyerah sebelum bertanding. Sebaliknya, peluang meraih tetap terbuka baik di kolam maupun perairan terbuka (open water). Ia mencontohkan, Dewa Gede Anom merebut perak pada PON di Jabar, di nomor 10.000 m. “Perenang lain seperti Agus Nuarta, Wirawan dan rekan lainnya bisa peringkat II dan III kejuaraan terbuka. Artinya, peluang terbuka lebar pulang membawa medali,” sebut Meiga. (Daniel Fajry/Balipost)