SINGARAJA, BALIPOST.com – Pelayanan penitipan jenazah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Buleleng belakangan ini terkesan memberatkan terutama bagi warga yang kurang mampu. Pasalnya, ketika ada pasien yang berlatar belakang miskin meninggal dunia saat perawatan di rumah sakit, keluarga pasien harus menanggung biaya penitipan jenazah di rumah sakit. Layanan ini sesuai Peraturan Bupati (Perbup) No. 11 Tahun 2020 tentang jenis dan tarif pelayanan kesehatan rumah sakit umum daerah.
Hal tersebut terungkap dalam Dalam Pandangan Akhir Fraksi yang dibacakan Putu Suastika, pada sidang paripurna dengan agenda terhadap Rancangan Perda (Ranperda) Perubahan APBD Tahun 2021, Rabu (29/9),
Putu Suastika mengatakan, sejak pandemi Virus Corona (Covid-19) banyak warga yang mengeluh terkait pengenaan biaya penitipan jenazah di rumah sakit. Ketika pasien dinyatakan meninggal dunia, pihak keluarga terpaksa menitip jenazah di rumah sakit sampai menunggu hari baik untuk mengupacarai jenazah. Bagi kalangan masyarakat yang kurang mampu dan pemegang Kartu Indoensia Sehat (KIS), layanan penitipan jenazah ini di nilai memberatkan. Pasalnya, biaya penitipan yang dihitung per hari itu dianggap mahal, sehingga kebijakan ini terkesan tidak menyelesaikan masalah.
“Warga miskin yang sudah berduka karena kehilangan anggota keluarga, namun harus memenuhi beban biaya penitipan. Belum lagi membayar biaya ambulance saat pengantaran jenazah. Kami menilai, rumah sakit yang memang punya fungsi sosial, seyogyanya tidak menjadikan layanan ini sebagai sumber pendapatan,” katanya.
Atas kondisi itu, Suastika mengsulkan agar pemerintah daerah mencarikan jalan keluar atas kebijakan ini. Salah satu yang memungkinkan dilakukan adalah melakukan peninjauan kembali terhadap Perbup No. 11 Tahun 2020 tentang jenis dan tarif pelayanan kesehatan rumah sakit.
Dengan cara ini, maka pemerintah daerah dapat menyempurnakan regulasi itu, terutama terkait pembebanan kepada masyarakat. Bahkan, pihaknya meminta agar dalam peninjauan kembali itu pemerintah membebaskan segala bentuk pembiayaan kesehatan baik yang masih menjalani perawatan atau ketika sudah meninggal dunia.
“Kami mengusulkan agar ada peninjauan kembali regulasi yang mendasari pungutan retribusi layanan kesehatan itu, kalau memungkinkan pembiayaan kesehatan apapun untuk warga miskin bisa dibebaskan,” katanya.
Menganggapi usul tersebut, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana mengatakan, rumah sakit memungut retribusi penitipan jenazah itu untuk menutupi biaya operasional rumah sakit. Pasalnya, sarana dan prasarana (sarpras) dan bahan habis pakai (BHP) diperlukan oleh rumah sakit.
Dengan begitu, kalau retribusi dibebaskan seperti saran dewan, rumah sakit tak mampu memenuhi biaya oprasiona tersebut. Menurut Bupati, pembebasan retribusi penitipan jenazah bisa saja dilakukan, asalkan rumah sakit menerapkan skema subsidi pembiayaan masyarakat miskin, sehingga biaya operasional itu sendiri dapat dipenuhi.
“Pendapatan dari jasa penitipan jenazah itu akan digunakan kembali untuk oprasional di rumah sakit, sehingga kalau itu dibebaskan maka biaya operasiona itu akan terdmapak, sehingga hemat kami rumah sakit perlu subsidi untuk penanganan pasien miskin itu sendiri,” tegasnya. (Mudiarta/balipost)