DENPASAR, BALIPOST.com – Saat ini, bidang science, technology, engineering, dan mathematic (STEM) sangat tinggi kebutuhan tenaga kerjanya. Namun, di tengah tingginya kebutuhan SDM, perempuan yang bekerja di bidang ini masih sangat kecil. Demikian dikemukakan Co-chair Presidency W20 Indonesia Presidency, Dian Siswarini, Kamis (30/9), dalam webinar G20 Empower Webinar Road to Indonesia Presidency 2022, Kepemimpinan Perempuan Dalam Sektor Publik dan Privat, dipantau dari Denpasar.
Dian yang merupakan CEO dan Presiden Direktur XL Axiata ini mengatakan dilihat dari data yang ada talent di STEM sangat tinggi permintaannya. Bahkan dilihat dari posting media sosial tentang dibutuhkannya pekerja, 70 persen mensyaratkan digital skill. “Bidang ini demandnya sangat besar dan akan memberikan promising future buat anak-anak kita,” ujarnya.
Ia mengatakan talent untuk XL sangat penting agar memiliki keragaman yang baik. Karena dengan adanya keragaman, terutama keragaman gender, sangat baik untuk ekosistem dunia usaha.
Namun di dunia teknologi, ujarnya, keterwakilan perempuan masih sangat rendah, hanya sekitar 28 persen. Indonesia, katanya, sebenarnya sudah cukup lumayan dibandingkan sejumlah negara-negara lain.
Tapi, bila dilihat secara spesifik, mahasiswa perempuan yang mengambil bidang STEM cukup tinggi, tapi setelah di workforce mengalami penurunan atau memilih berkarir di dunia yang lain. Bahkan untuk CEO atau board level hanya mencapai 15 persen dari industri merupakan perempuan. Peneliti juga sama hanya 3 dari 10 peneliti.
Ia mengungkapkan ada anggapan bahwa bidang STEM ini memiliki stereotipe macho sehingga perempuan memilih karir di luar itu. Padahal hal itu tidak benar, karena di bidang ini tidak ada yang mengharuskan perempuan untuk bersikap macho saat menekuninya. “Berkarir di bidang STEM ini tidak ada gender diskriminasi. Bahkan, STEM ini sangat gender friendly,” tegasnya.
Hal sama juga disoroti Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga. Ia menilai kesenjangan gender masih terlihat di dunia kerja. Oleh karenanya Indonesia berkomitmen untuk menyetarakan gender dalam berbagai sektor. “Baik itu memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan,” ujarnya.
Ia menegaskan kepemimpinan perempuan menjadi faktor yang penting. Sayangnya, dalam sektor publik, komposisi di legislatif belum mencapai target 30 persen. Proporsi CEO perempuan di Indonesia juga baru mencapai 15 persen, terlepas dari besar kecilnya perusahaan itu.
Padahal, mengutip Bank Dunia, kebijakan inklusif dan representatif akan lahir bila ada kesetaraan gender dalam pengelolaan manajemen
Terkait kendala dihadapi perempuan di dunia kerja, Ketua Umum Iwapi, Nita Yudi, mengatakan antara lain dipicu kurangnya pengetahuan, tidak dapat izin dari suami, dan budaya patriarki yang masih kental di Indonesia. Ia pun mendorong agar terdapat kesetaraan gender dalam dunia kerja, terutama sebagai upaya untuk meningkatkan inklusi perempuan. (Diah Dewi/balipost)