DENPASAR, BALIPOST.com – Dalam rangka melestarikan, melindungi, memberdayakan, dan memanfaatkan produk Garam Tradisional Lokal Bali, Gubernur Bali Wayan Koster mengajukan surat permohonan kepada Presiden Republik Indonesia Nomor B.40.188.54/5817/Bag.I/B.Hk., perihal Permohonan Mengevaluasi dan Mengkaji Keputusan Presiden Nomor 69 Tahun 1994 tentang Pengadaan Garam Beriodium pada 13 Juli 2021. Dalam surat yang sama juga memohon kepada Presiden untuk berkenan memengevaluasi dan mengkaji Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 10/M-IND/PER/2/2013 tentang Penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian Dalam Rangka Pemberlakuan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Garam Konsumsi Beryodium Secara Wajib.
Menurut Gubernur Koster, Keputusan Presiden dan Peraturan Menteri Perindustrian tersebut kurang sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam, serta tidak mendukung kebijakan Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo, yang tengah menggencarkan pemanfaatan produk lokal.
“Astungkara, permohonan yang saya selaku Gubernur Bali ajukan telah mendapat respon positif dari Bapak Menteri Sekretaris Negara, tanggal 28 Juli 2021, yang meneruskan surat permohonan Gubernur Bali kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri Perindustrian, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan agar menindaklanjuti permohonan Gubernur Bali untuk dilakukan evaluasi dan pengkajian kembali keberadaan Keputusan Presiden Nomor 69 Tahun 1994 tentang Pengadaan Garam Beriodium dan peraturan pelaksanaanya dalam rangka pemasaran dan pemanfaatan produk garam Bali untuk pangan lokal serta perdagangan lokal, nasional, dan ekspor,” tandas Gubernur Koster dalam rilisnya, Minggu (3/10).
Mantan DPR RI tiga periode dari Fraksi PDI Perjuangan ini mengatakan bahwa dalam surat Menteri Sekretaris Negara menegaskan agar permohonan tersebut mendapat penanganan lebih lanjut dan melaporkan hasilnya kepada Presiden. Bahkan, Menteri Perindustrian juga telah menindaklanjuti surat Menteri Sekretaris Negara tersebut pada 18 Agustus 2021 dengan melakukan pembahasan perubahan Keputusan Presiden menjadi Peraturan Presiden tentang percepatan pembangunan penggaraman nasional dan perubahan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pemberlakuan SNI Wajib Garam Konsumsi Beriodium yang berisi ketentuan mengatur pengecualian produk Garam Tradisional Lokal Bali. Selain itu, surat Gubernur Bali ini juga mendapat respon positif dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kelautan dan Perikanan, dan Menteri Koperasi.
Surat Gubernur Bali tersebut, dikatakan merupakan salah satu bentuk nyata pelaksanaan visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru, yang mengandung makna: “Menjaga Kesucian dan Keharmonisan Alam Bali Beserta Isinya, untuk mewujudkan Kehidupan Krama Bali yang Sejahtera dan Bahagia, Sakala-Niskala menuju kehidupan Krama dan Gumi Bali sesuai dengan Prinsip Trisakti Bung Karno: Berdaulat secara Politik, Berdikari Secara Ekonomi, dan Berkepribadian dalam Kebudayaan melalui Pembangunan Secara terpola, Menyeluruh, Terencana, Terarah dan Terintegrasi Dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Nilai-Nilai Pancasila 1 Juni 1945”.
Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, Pemerintah Provinsi Bali telah membuat kebijakan dan program perekonomian yang berpihak pada sumber daya lokal, meliputi bidang pertanian, kelautan dan perikanan, serta industri kerajinan rakyat berbasis budaya branding Bali yang dituangkan dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali.
Namun, upaya pengembangan dan pemberdayaan produk Garam Tradisional Lokal Bali selama ini tidak dapat dilakukan secara optimal di Bali, karena terhambat oleh Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1994 dan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 10/M-IND/PER/2/2013, sehingga produk Garam Tradisional Lokal Bali tidak dapat dijual di pasar modern dan pemasarannya tidak maksimal di pasar rakyat, karena dikategorikan kandungan yodiumnya tidak memenuhi standar SNI. Menurut Gubernur Koster, ketentuan ini sangat tidak berpihak pada sumber daya lokal baik produk lokal, kearifan lokal, maupun petani garam lokal Bali. Padahal Garam Tradisional Lokal Bali telah dikenal sebagai garam yang higienis, berkualitas tinggi, dan memiliki cita rasa yang khas sehingga telah terbukti dimanfaatkan oleh hotel bintang lima di Bali dan di Jakarta serta telah mendapat pengakuan dari berbagai negara yang menjadi tujuan ekspor, yaitu Jepang, Korea, Thailand, Prancis, Swis, Rusia, dan Amerika Serikat.
“Menjadi sangat aneh dan sungguh tidak masuk akal, negara yang memiliki standar kualitas tinggi dalam mengkonsumsi pangan telah memakai produk Garam Tradisional Lokal Bali, tetapi sebaliknya pasar modern di Bali tidak memasarkan Garam Tradisional Lokal Bali, malah masih terus memasukan produk garam impor dengan alasan berlaku aturan SNI,” keluh Gubernur Koster.
Itulah sebabnya Gubernur koster mengeluarkan terobosan berupa kebijakan baru yang dituangkan dalam Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pemanfaatan Produk Garam Tradisional Lokal Bali yang diberlakukan pada 28 September 2021. Dengan Surat Edaran ini, pasar modern dan pasar rakyat serta pelaku usaha lain sudah dapat memasarkan produk Garam Tradisional Lokal Bali. Namun untuk lebih memperkuat dasar hukum demi keberlanjutan pemasaran dan pemanfaatan produk Garam Tradisional Lokal Bali diperlukan perubahan kebijakan nasional yang lebih berpihak pada pemasaran dan pemanfaatan sumber daya lokal baik produk lokal, kearifan lokal, maupun petani garam lokal guna meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan Krama Bali secara sakala-niskala.
Pada kesempatan ini, Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Buleleng ini mengucapkan terima kasih dan memberi apresiasi kepada para Menteri, khususnya Menteri Sekretaris Negara dan Menteri Perindustrian yang telah memberikan respon positif, dan berharap agar proses perubahan peraturan tersebut dapat diselesaikan lebih cepat. Hal ini akan menjadi dasar hukum kuat untuk melestarikan, melindungi, memberdayakan, dan memanfaatkan produk Garam Tradisional Lokal Bali dalam rangka meningkatkan perekonomian Krama Pesisir Bali, dapat dijual di pasar moderen, pasar rakyat, pelaku usaha di Bali, diperdagangkan di luar Bali dan diekspor ke mancanegara serta Krama Bali tidak lagi membeli garam impor. (Winatha/balipost)