JEMBRANA, BALIPOST.com – Kelompok budidaya ikan Kerapu di Kabupaten Jembrana didorong untuk pengelolaan dari hulu hingga hilir. Meskipun masih kelompok kecil, dengan pengelolaan yang intensif dan berkelanjutan, memiliki potensi penambahan pendapatan dan kesejahteraan bagi para anggota yang notabene nelayan jukung.
Salah satu kelompok keramba jaring apung Kerapu yang aktif di perairan ini adalah Kelompok Manik Segara. Sudah lebih dari lima tahun, kelompok ini fokus untuk budidaya Kerapu dengan memanfaatkan potensi perairan coral (terumbu karang) di Candikusuma. Dan meskipun dalam setahun mampu panen dua kali (7 bulan per panen), hasil yang didapatkan cukup untuk meningkatkan ekonomi nelayan.
“Saya keseharian mengandalkan ikan tangkapan dari jukung yang kita jalankan. Sudah dari kecil memang nelayan. Ketika ada kelompok ini, adalah hasil lebih paling tidak saat hari raya ada THR,” terang nelayan di Candikusuma, Ahmad Amsori (32), ditemui Selasa (5/10). Amsori merupakan salah satu anggota dari kelompok Manik Segara. Masuknya program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui program Kampung Kerapu, memberikan manfaat yang lebih efektif dan efisien dalam konsep pengelolaan budidaya hulu ke hilir.
Khususnya dalam tahapan pascapanen atau penjualan hasil budidaya. Ketua Kelompok Manik Segara, Agus Suhaemi, mengungkapkan, di masa pandemi ini memang sangat mempengaruhi harga jual ikan khususnya Kerapu yang memiliki pangsa ekspor (ikan hidup). Sehingga selama dua tahun ini, kelompok mengandalkan dari penjualan domestik ikan mati (beku) dan pengembangan kerapu fillet. “Dulu harganya Rp 100 ribu per kilo ikan hidup dan untuk ekspor. Sekarang sudah dua tahun harga turun Rp 65 ribu per kilogram dan lebih banyak fillet dan beku (ikan mati-red),” terang Agus. Tahun ini, Kelompok mendapatkan bantuan dari KKP mulai dari keramba apung hingga pengelolaan pascapanen.
Pengelolaan pascapanen, menurut Agus sangat penting. Sebab, disinilah terkadang kelompok kalah dalam menjaga mutu dan mempengaruhi harga serta kualitas. Saat ini, Kelompok mendapatkan bantuan sarana pascapanen dari Ditjen PDSPKP (Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan) membantu proses pascapanen lebih efektif dan terjaga mutu. “Dengan harga yang masih turun ini, sangat membantu. Paling tidak dengan mobil pendingin dan tenda pengolahan, mampu mengurangi ongkos pengiriman dan kualitas tetap terjaga. Misalnya biaya sewa mobil untuk kiriman ke Banyuwangi Rp 1.800.000, sekarang dengan mobil pendingin yang ada cukup Rp 500.000 ribu,” tambahnya.
Ikan Kerapu saat ini menjadi salah satu alternatif budidaya perikanan di Jembrana selain lobster dan kepiting. Budidaya ikan ini cukup menjanjikan dengan pangsa pasar ekspor dan sangat cocok di sejumlah perairan Jembrana, seperti di Candikusuma. Panjang Pantai Candikusuma yakni 29,55 Kilometer dan memiliki potensi dalam pengembangan budidaya ikan Kerapu. Gugusan terumbu karang di Candikusuma dapat ditemukan jarak kurang lebih 1 km dari pantai pada kedalaman sekitar 9 sampai 11 meter. Disini merupakan lokasi yang sering digunakan nelayan serta para masyarakat yang mempunyai hobi memancing untuk menangkap ikan.
Substrat perairan didominasi pasir hitam serta karang-karang mati yang sudah ditumbuhi alga. Dan sangat potensial untuk ikan Kerapu berkembangbiak. Dari data yang dihimpun, di Pantai Candikusuma terdapat tiga kelompok budidaya dan satu perusahaan yang membudidaya ikan Kerapu. Perairan sekitar Candikusuma seluas 699,12 ha dalam Rancangan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Bali ditetapkan sebagai sub zona budidaya laut di Kabupaten Jembrana. Sampai dengan tahun 2020, pemanfaatan perairan tersebut baru sebesar 1,64%, sehingga masih terbuka lebar untuk pengembangan budidaya ikan (Surya Dharma/Balipost)