Oleh I Ketut Swarjana, SKM., M.PH., Dr.PH.
Perkembangan pandemi COVID-19 di Indonesia termasuk di Bali, terus menunjukkan trend yang membaik, terutama dilihat dari penurunan jumlah kasus harian, BOR rumah sakit rujukan COVID-19, jumlah kematian, positivity rate, angka penularandan lain-lain. Namun demikian, penetapan level PPKM tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan beberapa indikator, agar kebijakan yang diambil tepat dan terukur.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan yaitu memastikan pelaksanaan testing, tracing dan treatment sertaisolasi terus digencarkan, dengan sasaran yang terukur. Memastikan positivity rate-nya rendah atau <5% sesuai dengan standar WHO. Angka reproduksi COVID-19 atau Rt di bawah 1, yang artinya risiko penularan makin berkurang.
Memastikan masyarakat tetap disiplin dengan protokol kesehatan selama berkegiatan di luar rumah, terutama mereka-mereka yang beraktivitas melibatkan orang banyak. Selanjutnya edukasi ke masyarakat tentang protocol kesehatan melalui berbagai media.
Vaksinasi COVID-19 terus digencarkan agar semua masyarakat yang memenuhi syarat mendapatkan dosis lengkap. Jika semua hal tersebut telah dicapai dengan baik dalam kurun waktu yang cukup dan meyakinkan, pemerintah perlu mempertimbangkan untuk melakukan penurunan level PPKM.
Selanjutnya apa tantangan ke depan bagi Bali yang perlu diantisipasi? Jika pintu Bandara Ngurah Rai akan dibuka mulai 14 Oktober mendatang bagi kunjungan internasional, maka Bali harus siap dengan segala risiko yang bisa saja terjadi dan harus memiliki kesiapan atau manajemen risiko sehingga Bali tidak mengalami hal darurat seperti sebelumnya akibat lonjakan kasus yang tinggi, keterbatasan oksigen dan lain-lain.
Hal ini penting untuk menjaga image Bali agar positif di mata dunia, dan Bali mampu menunjukkan kesiapan menghadapi risiko pandeCOVID-19.
Antisipasi bagi Bali terkait dengan perkembangan varian baru (Varian Mu atau B.1.621) yang sudah banyak dihadapi oleh puluhanh negara di dunia.
Namun jika Bali ketat dengan pintu masuk Bali, seharusnya hal tersebut tidak akan terjadi di Bali atau Indonesia asalkan tegakan aturan yang ketat di pintu masuk Bali dan karantina yang tepat. Di banyak negara ada yang menetapkan 10 sampai 12 hari karantina bagi wisatawan atau orang asing yang masuk suatu negara.
Semua pihak yang terkait dengan pariwisata sebaiknya disiplin dengan protokol kesehatan, yang artinya Bali harus bisa menunjukkan kesiapannya dengan kehidupan new normal di masa pandemi COVID-19. Dengan demikian tamu yang datang akan merasa aman karena kita menerapkan prokol kesehatan secara serius.
Pemerintah maupun masyarakat jangan sampai terlena dengan perubahan atau penurunan level PPKM, karena walaupun level PPKM diturunkan, penularan COVID-19 sampai saat ini masih terus terjadi di masyarakat, terutama lokal transmission. Jika kita terlena dengan penurunan level PPKM, hal ini ditakutkan akan dipersepsikan kurang tepat di masyarakat, jangan sampai ada anggapan pelonggaran level PPKM disamakan dengan pelonggaran kedisiplinan protokol kesehatan.
Pada titik ini kita semua harus terus meyakinkan masyarakat bahwa protokol kesehatan harus terus ditingkatkan, karena sampai saat ini WHO belum mencabut status pandemi COVID-19. Khusus untuk obyek pariwisata, pemerintah dan pengelola pariwisata harus ketat dengan kapasitas atau daya tampung obyek wisata.
Jangan sampai masyarakat membludak ke tempat wisata tanpa ada pembatasan yang ketat dari pengelola pariwisata. Jika ada masyarakat atau oknum yang tidak disiplin dengan protokol kesehatan, pengelola pariwisata harus berani memberikan teguran sesuai dengan tingkat pelanggarannya.
Dan hal ini harus disosialisasikan ke masyarakat.
Yang penting lagi bahwa Indonesia termasuk Bali harus terus melakukan perubahan, berinovasi melalui penelitian-penelitian agar Indonesia segera dapat bangkit dari keterpurukan.
Bali khususnya harus bisa bangkit lebih awal dan saat ini sedang dilakukan berbagai inovasi dan penelitian dengan melibatkan berbagai perguruan tinggi di Indonesia untuk program Bali Kembali. Saat ini penulis sedang melakukan penelitian tentang “Manajemen Pencegahan dan Penanganan COVID Berbasis Kesehatan Komunitas dalam Mendukung Pengembangan Desa Wisata Di Desa Kenderan, Kabupaten Gianyar”.
Penelitian ini akan menghasilkan sebuah model pencegahan dan penanganan COVID-19 berbasis kesehatan komunitas di Level Desa. Hal ini penting karena desa memiliki berbagai potensi untuk dapat melakukan pencegahan dan penanganan COVID-19. Semua komponen desa, baik desa adat, desa dinas, pemuda, puskesmas dan lain-lain semua berkontribusi untuk mewujudkan hal tersebut.
Dengan demikian, beban pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten dalam penanganan COVID-19 akan jauh menurun jika semua desa memiliki kesiapan dan kemampuan dalam manajemen pencegahan dan penanganan COVID-19 di desa masing-masing (termasuk dalam penegakan protocol kesehatan, testing, tracing dan isolasi ditempat khusus di desa yang telah memenuhi syarat).
Dengan catatan, bagi warga yang positif COVID-19 dengan gejala sedang atau berat tetap wajib untuk dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini juga akan jauh mengurangi beban rumah sakit rujukan dan beban tenaga kesehatan, karena desa telah melakukan early detection dan penanganan awal dengan baik, sehingga dapat mencegah atau menurunkan risiko untuk dirawat di rumah sakit.
Penulis Dosen Itekes Bali