Suasana peringatan 19 tahun tragedi Bom Bali, Selasa (12/10/2021). (BP/Dokumen)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Tragedi kemanusiaan Bom Bali terjadi pada 12 Oktober 2002. Sembilan belas tahun sudah peristiwa yang menewaskan ratusan orang itu terjadi di kawasan Jalan Legian, Kuta, Badung.

Tragedi ini juga menyisakan duka yang mendalam bagi korban teroris bom Bali tersebut. Pada Selasa (12/10) dilakukan peringatan tragedi yang mencekam tersebut di Ground Zero, Legian.

Peringatan tersebut dihadiri oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Drs. Boy Rafli Amar, M.H., Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo, Gubernur Bali, Wayan Koster, Bupati Badung, Nyoman Giri Prasta, para korban Bom Bali dari Yayasan Isana Dewata dan undangan lainnya. Peringatan kali ini juga diisi pembacaan puisi dan penampilan para musisi Bali.

Baca juga:  Kumulatif Transmisi Lokal di Bali Hampir Capai 60 Persen, Ini 3 Besarnya

Boy Rafli mengaku bersyukur bisa mengenang peristiwa kemanusiaan kejahatan terorisme 19 tahun lalu. Peristiwa ini telah berdampak korban jiwa yang jumlahnya sebanyak 202 meninggal dunia dan ratusan orang mengalami luka berat dan ringan. Setidaknya ada 22 negara yang warganya menjadi korban. “Tentu kita bersyukur hampir semuanya yang teridentifikasi sebagai pelaku telah mendapat hukuman. Semoga kita berharap keadilan akan dirasakan. Negara sudah berusaha secara maksimal mewujudkan  keadilan tersebut,” katanya.

Melalui Counter terrorism program, pihaknya bersama seluruh stakeholders berusaha membangun kekuatan ketahanan bangsa dari ideologi terorisme. Dirinya mengingatkan agar semua harus meningkatkan kewaspadaan secara dini terhadap mereka-mereka yang mempengaruhi masyarakat melalui ideologi terorisme. “BNPT saat ini melakukan kerjasama dengan berbagai pihak agar pengaruh negatif dari ideologi terorisme ini tidak mendapat tempat di kalangan masyarakat. Kalau kita menganggap terorisme ini sebagai virus, maka harus dilawan dengan vaksin yakni ideologi Pancasila,” ujarnya.

Baca juga:  Warga Bali Meninggal Akibat COVID-19 Masih Bertambah 2 Digit, Kesembuhan Lampaui Kasus Baru

Semangat hidup rukun di tengah keberagaman, kata dia, adalah identitas jati diri bangsa Indonesia. Akan tetapi, ideologi terorisme selalu bergerak, mengangkat sentimen agama, dengan maksud untuk mencapai tujuannya.

Pihaknya kini menggandeng tokoh-tokoh agama di seluruh Indonesia agar melakukan upaya moderasi dalam beragama. Karena jaringan terorisme global, sering kali menggunakan sentimen agama ini. “Untuk itu, kita harus meningkatkan kesadaran masyarakat luas karena ideologi terorisme bukan jatidiri dari negara kita,” ucapnya.

Pihaknya mengatakan, peringatan ini menjadi penting untuk mengingatkan semua pihak bahwa terorisme adalah ideologi yang harus dilawan. “Terorisme adalah kejahatan yang tidak bisa diberikan tempat, negara tidak boleh kalah,” tegasnya.

Baca juga:  Karena Ini, Rapid Test Penyelenggara Pilkada Mandeg

Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo, mengatakan kalau lembaganya bersama BNPT saat ini sedang mengejar waktu memenuhi hak korban terorisme masa lalu. Tahun ini, kata dia, semua tanggung jawab negara kepada korban terorisme harus selesai.

Dikatakannya, pemenuhan hak dari korban, sebagian besar sudah selesai dilakukan assessment untuk memberikan ganti rugi atau kompensasi kepada mereka. Pihaknya sudah mewanti-wanti agar kompensasi tersebut, bisa diselesaikan tahun ini. “Kita harus memanfaatkan waktu beberapa bulan ini. Untuk itu kami berpacu mencari korban terorisme. Kita umumkan ke media ke organisasi penyintas,” katanya. (Yudi Karnaedi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *