DENPASAR, BALIPOST.com – Gempabumi swarm yang terjadi di wilayah Banyubiru, Ambarawa, Salatiga dan sekitarnya tidak berpotensi di wilayah Bali. Hal ini ditegaskan Staf Operasional Pusat Gempabumi Regional III Bali, Tomy Gunawan, M.Sc., Senin (25/10).
“Gempabumi swarm wilayah Banyubiru, Ambarawa, Salatiga dan sekitarnya tidak berpotensi di wilayah Bali,” tegasnya
Dijelaskan, bahwa fenomena gempabumi yang mengguncang wilayah Banyubiru, Ambarawa, Salatiga dan sekitarnya diduga merupakan swarm yang berkaitan dengan fenomena tektonik (tectonic swarm). Sebab, wilayah ini cukup kompleks berdekatan dengan jalur Sesar Merapi Merbabu, Sesar Rawapening dan Sesar Ungaran.
Dari pantauan BMKG-Yogyakarta, hingga pukul 12.00 WIB telah teranalisa 34 gempabumi. “Secara umum, penyebab gempabumi swarm antara lain berkaitan dengan transpor fluida, intrusi magma, atau migrasi magma yang menyebabkan terjadinya deformasi batuan bawah permukaan di zona gunungapi. Gempabumi swarm memang banyak terjadi karena proses-proses kegunungapian,” ungkap Tomy Gunawan.
Selain berkaitan kawasan gunung api, beberapa laporan menunjukkan aktivitas swarm juga dapat terjadi di kawasan nonvulkanik (aktivitas tektonik), meskipun kejadiannya terbilang jarang. Swarm dapat terjadi di zona sesar aktif atau kawasan dengan karakteristik batuan rapuh, sehingga mudah terjadi retakan.
Tectonic swarm umumnya terjadi karena adanya bagian sesar yang mengalami rayapan (creeping), sehingga mengalami deformasi aseismik atau bagian/segmen sesar yang tidak terkunci (locked) bergerak perlahan-lahan seperti rayapan (creep).
“Masa berakhirnya aktivitas swarm berbeda-beda, dapat berlangsung selama hitungan hari, minggu, bulan, hingga tahun seperti halnya swarm pada wilayah Mamasa Sulawesi Barat yang mulai terjadi sejak akhir 2018 dan hingga kini masih terus terjadi,” ujarnya.
Lebih jauh dikatakan, bahwa Gempabumi swarm bukan sekali ini terjadi di Indonesia. Beberapa fenomenanya pernah terjadi beberapa kali. Diantaranya, di Klangon, Madiun pada Juni 2015; Jailolo, Halmahera Barat pada Desember 2015; dan Mamasa, Gn. Agung-Batur periode September – November 2017, dan di Sulawesi Barat pada November 2018.
Dampak gempabumi swarm jika kekuatannya signifikan dan guncangannya sering dirasakan dapat meresahkan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat dihimbau tidak panik namun tetap waspada. Sebab, meskipun aktivitas swarm memang jarang terjadi, namun apabila struktur bangunan lemah maka gempabumi swarm dapat menyebabkan kerusakan bangunan rumah. Seperti yang saat ini sudah terjadi pada beberapa rumah warga di Banyubiru dan Ambarawa.
Belajar dari berbagai kasus gempabumi swarm di berbagai wilayah, sebenarnya tidak membahayakan jika bangunan rumah di zona swarm tersebut memiliki struktur yang kuat. (Winatha/balipost)