Oleh Eka Putri Suryantari
Euforia hari raya Galungan tentu akan menjadi penyemangat kita yang merayakannya. Rasa sujud bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi adalah hal utama yang melandasinya. Nah pertanyaannya sekarang apakah kita sudah punya bekal untuk menyambut hari kemenangan yang segera tiba?
Tentu jawaban itu akan ada pada diri kita sendiri. Ada yang belum siap, ada yang
menjawab saya masih mempersiapkan, dan ada juga yang menjawabnya dengan sangat siap. Mereka siap mungkin karena memang memiliki uang yang banyak sehingga pengeluaran pada saat hari raya tidak menjadi masalah buat mereka.
Namun ada pula segolongan orang meskipun mereka tidak mempunyai uang yang banyak tapi siap menghadapi hari raya. Kira-kira apa yang dilakukan oleh golongan ini?
Yang jelas mereka mempunyai perencanaan terhadap keuangannya. Bisa jadi menyisihkan sebagian penghasilan mereka untuk ditabung jauh hari sebelum pelaksanaan hari raya sehingga akan merasa nyaman dalam hal keuangan saat hari raya tiba. Beberapa misalnya dengan menabung, arisan atau ada juga dalam bentuk cingkreman.
Bagi yang menabung tentu tidak masalah menentukan tempat dimana mereka akan menabung. Berbagai bank umum, BPR, koperasi ataupun LPD bisa dijadikan tempat
untuk menaruh uang. Lembaga keuangan dalam menghimpun dana masyarakat juga menawarkan berbagai bentuk yang bisa dipilih seperti tabungan, deposito berjangka yang tentunya memiliki karakteristik tersendiri baik dalam hal waktu ataupun bunga yang ditawarkan serta kemudahan-kemudahan lain yang nantinya menjadi pilihan masyarakat sendiri dalam menentukan dimana mereka akan menaruh uang mereka.
Ada satu kebiasaan masyarakat yang dapat kita jumpai sehubungan dengan tabungan untuk mempersiapkan hari raya galungan yang biasanya disebut dengan “cingkreman.” Cingkreman merupakan sebuah bentuk tabungan yang dilakukan secara bersama- sama oleh sekelompok masyarakat bisa kita jumpai keberadaannya di tingkatan keluarga besar yang mangempon sanggah gede/pemerajan, ada juga di tingkatan banjar yang anggotanya beberapa ibu-ibu yang bersepakat secara sukarela tergabung dalam sekaa cingkreman.
Mereka yang mengkoordinir sekaa cingkreman ini biasanya disebut dengan kelihan atau bisa juga disebut manager sekaligus merangkap melakukan pemungutan atas setoran cingkreman. Jangka waktu cingkreman adalah selama 210 hari sesuai siklus hari raya Galungan, dan biasanya penarikan dilakukan sebelum hari raya Galungan sesuai kesepakatan anggotanya.
Cingkreman dalam praktiknya mengalami perubahan-perubahan dari masa ke masa.
Baik dari keanggotaan atapun kesepakatankesepakatan lainnya sehubungan dengan
teknis pelaksanaannya.
Keunikan cingkreman menjadi daya tarik tersendiri bagi para anggota yang tergabung
di dalamnya. Di tengah era kemajuan teknologi dan semakin banyaknya lembaga-lembaga keuangan yang ada di tengah masyarakat masih ada sebagian masyarakat yang mempercayakan uangnya untuk dikelola dalam bentuk cingkreman.
Berbagai alasan menjadi pemicu berdirinya sekaa cingkreman dan ini tentu tidak terlepas dari mental accounting yang dimiliki oleh individu-individu yang tergabung di dalamnya. Eksistensi sekaa cingkreman akan didukung oleh akuntabilitas dan transparansi pengelolaan dana yang terhimpun.
Di sinilah peran kelihan sekaa dalam mengelola dana cingkreman sehingga ketika saatnya tiba dana sekaa cingkreman bisa dibagikan kepada anggotanya sesuai dengan haknya masing-masing. Menjadi seorang kelihan sekaa tentu harus dituntut memiliki kecakapan dan kesetiaan terhadap peran yang dijabat.
Anggota cingkreman juga harus konsisten untuk melakukan penyetoran sesuai kesepakatan yang telah dibuat bersama. Kenyamanan yang dirasakan saat pelaksanaan hari raya adalah dambaan bersama. Jika hal ini tercapai disitulah cerita akan berulang, akan tumbuh dan berkembang seiring waktu mengiringi perjalanan umat untuk selalu sujud dan bhakti ke hadapan-Nya.
Penulis, Mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Akuntansi FEB Unud.