Prof. Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A. (BP/Istimewa)

Oleh Prof. Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A.

Baru-baru ini seorang perempuan, yang juga seorang ibu mengejutkan khalayak dengan pernyataannya bahwa kita tidak perlu sujud kepada orangtua. Sebuah pernyataan yang sungguh di luar batas nalar dan keadaban.

Sungguh ironis, sebagai publik figur dan juga perempuan (ibu), dia mestinya bisa menjadi suri teladan dalam berkata-kata maupun dalam berperilaku, tidak malah sebaliknya mengucapkan hal-hal yang tidak masuk akal dan tidak beretika, yang dapat membingungkan dan menyesatkan publik. Dalam adat ketimuran di beberapa negara termasuk di Indonesia, cara kita menghormati orangtua adalah dengan bersujud di lantai, lalu kita biasanya mengucapkan terima kasih dan memohon ampunan atas segala dosa, kemudian orangtua akan mencium kening putra-putrinya. Sujud merupakan representasi dari tanda penghormatan atau bhakti kita kepada orangtua, karena tanpa beliau kita tidak pernah hadir di dunia ini.

Itu sebabnya orangtua dalam ajaran agama Hindu disebut Guru Rupaka, perwujudan Tuhan di dunia, yang memberikan kita kehidupan. Oleh karena orangtua telah memberikan kehidupan, bahkan dengan mengorbankan materi, jiwa, dan raganya, tentu putra-putrinya wajib memberikan penghormatan atau bhakti atas apa yang telah diberikan, yang ditunjukkan salah satunya dalam bentuk bersujud.

Baca juga:  Timnas U-23, Tradisi dan Tuhan

Selain kepada orangtua, kita juga patut bersujud kepada tiga guru lainnya, yaitu Guru Swadyaya, Guru Pengajian, dan Guru Wisesa. Guru Swadyaya adalah Tuhan/Hyang Widhi Wasa yang memiliki alam semesta beserta isinya termasuk manusia. Kepada Guru Swadyaya, manusia wajib hukumnya bersujud sebagai tanda bhakti kepada Beliau yang telah mengizinkan kita ada dan hidup di dunia.

Tanpa izin dari beliau, tentu kita tidak pernah ada di muka bumi ini. Jiwa dan raga kita sesungguhnya semua adalah pinjaman dari Guru Swadyaya, yang sewaktu-waktu harus dikembalikan, sehingga manusia tak terkecuali bersujud kepada Tuhan yang biasa dilakukan dengan bersembahyang atau berdoa dengan cara-cara yang berbeda sesuai dengan agama dan kepercayaan kita masing-masing.

Tidak ada satu agama atau kepercayaan yang lebih tinggi atau lebih rendah, juga lebih baik atau lebih jelek dalam hal bersujud kepadaNya. Sujud berikutnya adalah kepada Guru Pengajian yaitu ibu/bapak guru di sekolah dari TK sampai dengan perguruan tinggi.

Baca juga:  Gugatan Karya Seni Instalasi I Ketut Putrayasa tentang Ancaman Krisis Air di Masa Depan

Tanpa mereka kita tidak akan pernah menjadi manusia yang memiliki pengetahuan, kecerdasan, keterampilan, dan sikap yang baik. Dari pengorbanan merekalah kita menjadi manusia dewasa yang utuh baik secara kognitif, afektif, dan psikomotor, yang akan membawa kita pada kesuksesan dan kebahagiaan di dunia.

Cara kita menghormati ibu/bapak guru biasanya tidak dengan bersujud di lantai, tetapi dengan mencium tangan (biasanya di TK dan SD) atau dengan bertegur sapa, dan yang paling penting dengan mengikuti segala pembelajaran yang diberikan, lalu menginternalisasikan, dan kemudian mengimplementasikan dalam kehidupan.

Jadi, bukan hanya pengajaran budhi pekerti dan ahklah mulia yang diajarkan di sekolah, tetapi juga ilmu pengetahuan dan keterampilan yang membawa kita pada aktualisasi diri. Guru yang tak kalah penting adalah Guru Wisesa yaitu pemerintah baik pemerintah daerah atau pusat.

Pemerintah yang berasal dari kata memerintah adalah mereka yang secara formal telah disahkan memberikan perintah atau instruksi. Dalam rangka memerintah, pemerintah mengeluarkan aturan-aturan yang berlaku untuk ditaati oleh kita semua sebagai anggota masyarakat atau warga negara yang baik.

Baca juga:  Menanamkan Kesadaran Pajak pada Usia Dini

Segala kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah selaku Guru Wisesa tentu sudah melalui berbagai tahapan dan proses, sehingga sudah selayaknya kita juga bersujud kepada mereka.
Sujud yang dimaksud disini bukanlah sujud di lantai, namun sujud dalam arti menaati dan melakukan semua aturan dan perintahnya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, bukan sebaliknya meremehkan, merendahkan, dan melanggarnya.

Bila kita melaksanakan apa yang diperintahkan, niscaya hidup berbangsa dan bernegara akan menjadi lebih baik dan tujuan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur dapat terwujud. Dengan demikian, marilah kita mengejawantahkan dan membiasakan sujud kepada empat guru dalam kehidupan kita, agar kita menjadi makhluk yang bukan hanya cerdas, tetapi juga bernalar dan berbudi pekerti yang luhur serta berahlak mulia.

Penulis, Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Undiksha

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *