DENPASAR, BALIPOST.com – Hingga September 2021 sebesar Rp 6,5 triliun kredit di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Bali terdampak Covid19 atau 56,15% dari total kredit yang tersalurkan. Sementara dari sisi aset 134 BPR di Bali meningkat menjadi Rp 17,83 triliun, DPK yang terhimpun Rp 12,22 triliun dan kredit yang disalurkan hingga September 2021 sebesar Rp 11,68 triliun, meningkat 1% (yoy) dengan rasio NPL 2,99%.
Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan 2 dan Perijinan OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara Yan Jimmy Hendrik Simarmata, belum lama ini di Sanur mengatakan, dengan presentase kredit yang terdampak Covid19 tersebut, OJK terus meningkatkan pengawasan dan pelaksanaam kebijakan untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan di tengah perlambatan perekonomian akibat dampak pandemi.
Berbagai kebijakan dan instrumen pengawasan telah dikeluarkan untuk mencegah dampak pandemi lebih luas terhadap perekonomian dan sektor keuangan khususnya UMKM dan pelaku usaha salah satunya dengan restrukturisasi kredit dan pembiayaan hingga Maret 2022.
Ke depan, OJK menilai perekonomian nasional dan sektor jasa keuangan masih dihadapkan pada berbagai tantangan di tengah masih tingginya ketidakpastian berakhirnya pandemi ini. Oleh karena itu perlu optimalisasi kebijakan yang telah dikeluarkan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional melalui penguatan peran sektor jasa keuangan.
Proses transformasi digital perbankan di Indonesia didukung oleh potensi nasional yang besar sehingga mendorong akselerasi digital pada perbankan. Terdapat beberapa kebijakan yang mendukung akselerasi digital perbankan diantaranya masterplan sektor jasa keuangan 2021- 2025 yang memiliki arah pengembangan untuk melengkapi kebijakan. Khususnya untuk sektor perbankan disusun roadmap pengembanagn kebijakan perbankan Indonesia.
Sebagai bentuk tindak lanjut pilar ketiga roadmap perbankan, OJK juga telah mengeluarkan roadmap pengembangan perbankan Indonesia khusus bagi industri BPR. Hal ini dilakukan untuk menyusun rencana pengembangan yang lebih baik dalam menghadapi perubahan ekosistem ke depan.
Deputi Direktur Bank Indonesia KPw Bali M. Setyawan Santoso mengatakan, sejak tahun 2000an, ribuan orang datang ke Bali. Tahun 2004 1 juta wisman datang ke Bali, terus merangkak naik, hingga puncaknya tahun 2019 sebanyak 6,3 juta wisman datang ke Bali. Kesejahteraan masyarakat Bali luar biasa sehingga perekonomian Bali terfokus pada sektor pariwisata. Pandemi ini mengingatian Bali bahwa perlu adanya keseimbangan ekonomi. Dengan pandemi mengingatkan pariwisata mesti berubah dari mass tourism menjadi quality tourism.
Sementara untuk mendukung sektor informal, peran sektor jasa keuangan sangat besar. Transformasi pasca pandemi di bidang ini mesti dilakukan yaitu menuju digitalisasi. Disadari bahwa kebijakan pemerintah berkaitan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) melalui realokasi APBN/APBD, pada tataran implementasinya membutuhkan koordinasi dan sinkronisasi strategi dan kebijakan lintas sektoral, antara lain Pemerintah Pusat-Daerah, Kementerian dan Lembaga, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan sektor jasa keuangan. (Citta Maya/Balipost)