SEMARAPURA, BALIPOST.com – Harga minyak goreng yang terus meroket berimbas pada usaha pembuatan minyak tradisional di Bali. Seperti di Klungkung, pembuatan minyak tradisional ini ikut menggeliat. Sebab, harga minyak tradisional juga ikut terdongkrak naik.
Salah satu sentra pembuatan minyak tradisional ada di Desa Sulang. Usaha kecil pembuatan minyak goreng dari kelapa ini, sudah digeluti selama puluhan tahun oleh masyarakat di Desa Sulang. Proses pengolahan kelapa menjadi minyak dilakukan sangat sederhana menggunakan kayu bakar.
Seperti yang terlihat di lokasi, dalam proses masak hingga mengeluarkan minyak, membutuhkan waktu empat sampai lima jam dengan api tungku yang terus menyala besar. Belakangan, naiknya harga minyak goreng di pasar juga membuat usahanya ramai pesanan. Dampaknya, harga minyak goreng yang diolahnya secara tradisional pun ikut naik.
Biasanya ditingkat pengusaha kecil, dijual dari harga Rp 15 ribu per botol tanggung isi sekitar 600 meli liter, saat ini sudah naik menjadi Rp 20 ribu sampai Rp 22 ribu. Salah satu perajin minyak tradisional setempat Ni Wayan Sudiani, Selasa (30/11) mengatakan harga minyak tradisional naik karena harga kelapanya juga naik. Sebab, sebelumnya satu butir kelapa harganya Rp 4 ribu. Saat ini sudah menjadi Rp 6 ribu. “Ini yang juga mengakibatkan kami ikut menaikkan harga minyak kelapa tradisional,” katanya.
Untuk membuat 15 botol minyak, pengusaha kecil ini harus mengolah sedikitnya 75 butir kelapa dalam sehari. Walaupun mahal pelaku usaha ini tetap mengaku kewalahan memenuhi pesanan pelanggan. Karena pembelinya tidak hanya datang dari seputaran Klungkung, tetapi juga dari Kabupaten Bangli, Gianyar dan Karangasem.
Sementara itu, Perbekel Sulang I Wayan Sukasna mengatakan Desa Sulang memang merupakan salah satu pusat pohon kelapa di Kabupaten Klungkung. Sehingga ditempat ini banyak usaha pembuatan minyak yang dikerjakan secara tradisional. Selain itu ada pengolahan kelapa lainnya untuk pengiriman ke Jawa. Sementara sabut kelapanya dikirim ke Tabanan untuk dijadikan bahan baku genteng.
“Dengan sedikitnya jumlah kelapa, harga di pasaran juga naik. Dulu di pasaran Rp 4 ribu sampai Rp 5 ribu. Sekarang bisa sampai Rp 6 ribu sampai 7 ribu per butirnya. Ini cukup mendongkrak perekonomian warga di desa,” katanya. (Bagiarta/Balipost)