WASHINGTON, BALIPOST.com – Amerika Serikat pada Rabu (1/12) mengidentifikasi kasus pertama COVID-19 varian Omicron. Ini diketahui saat para ilmuwan terus mempelajari risiko yang dapat ditimbulkan dari varian baru tersebut.
Dikutip dari Kantor Berita Antara, kasus itu ditemukan pada pasien penerima vaksin lengkap yang bepergian ke Afrika Selatan. Pejabat kesehatan masyarakat mengatakan bahwa pasien, yang mengalami gejala ringan, tiba di AS pada 22 November dan tujuh hari kemudian dinyatakan positif terinfeksi.
Orang itu sudah mendapatkan vaksin lengkap namun belum disuntik vaksin booster, menurut pakar penyakit menular kenamaan AS Dr. Anthony Fauci saat konferensi pers di Gedung Putih.
Orang tersebut kini menjalani isolasi mandiri dan seluruh kontak eratnya dinyatakan negatif COVID-19, lanjutnya.
Masih ada sejumlah pertanyaan besar seputar Omicron, yang bermutasi lewat berbagai cara. Menurut para ahli, cara Omicron bermutasi dapat meningkatkan kemampuannya untuk menyebar dan menghindari beberapa pertahanan yang dihasilkan oleh vaksin.
Pengembangan sedang berlangsung untuk memperbarui vaksin COVID-19 yang sudah ada, seandainya diperlukan. Omicron sudah muncul di puluhan negara, seperti di sejumlah negara Eropa. Selain itu, kasus Omicron juga muncul di Kanada, Australia, Jepang, Hong Kong, dan Israel.
AS belum menemukan penularan Omicron lewat komunitas. Di kebanyakan negara, penularan COVID-19 masih tinggi, namun kasus baru tetap stabil selama dua pekan terakhir, menurut data Reuters.
Sebelumnya, pejabat kesehatan AS mengatakan bahwa varian baru yang pertama kali muncul di Afrika Selatan dan diumumkan pada 25 November itu, kemungkinan sudah tiba di AS saat puluhan negara lain juga mendeteksi Omicron.
AS melarang hampir seluruh warga negara asing yang sebelumnya berada di salah satu dari delapan negara Afrika bagian selatan.
Pada Selasa (30/11), CDC mengarahkan maskapai untuk mengungkapkan nama-nama dan informasi lainnya soal penumpang yang pernah berkunjung ke negara-negara itu. (kmb/balipost)