Edy Hartaka bersama Lukas Banu usai mediskusi penegakkan hukum perlindungan anak di Kuta. (BP/Asa)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Diskusi antar penegak hukum, yakni antara kejaksaan, kepolisian, dan advokat, khususnya masalah kejahatan yang melibatkan anak-anak, yang dimotori KAI Bali, Jumat (17/12), di Kuta, Badung, mengungkap bahwa kasus yang melibatkan anak meningkat tajam saat pandemi ini.

Dalam diskusi refleksi resolusi 2022 “Potret Penegakkan Hukum Perlindungan Anak 2021” terungkap bahwa berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) pada tahun 2021 kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) ada 75 orang, sedangkan anak yang menjadi korban 130 orang. Sementara data tahun 2020, ABH ada 42 orang dan anak menjadi korban sebanyak 67 orang.

Baca juga:  Polisi Tangkap Pelaku Penganiayaan Anak Dibawah Umur 

Sedangkan berdasarkan data dari Polda Bali, sebagaimana disampaikan dalam diskusi KAI Bali itu, bahwa data kekerasan anak sebagai pelaku di tahun 2021 ada 39 kasus dan di tahun 2020 ada 35 kasus. Sedangkan anak sebagai korban di tahun 2021 ada 74 orang dan di tahun 2020 ada 71 orang. Memang terlihat ada perbedaan data antara PPA dengan Polda Bali.

Atas banyaknya kasus anak ini, KAI Bali berinisiasi melakukan diskusi memecahkan masalah hukumnya. Ketua panitia, Edy Hartaka didampingi Lukas Banu, mengatakan bahwa bahwa saat ini sedang heboh terjadi kekerasan pada anak di bawah umur. Tidak hanya di luar Bali, namun di Bali juga terjadi beberapa kasus anak. “Kami merasa prihatin atas banyaknya kasus seperti ini, yang banyak menimpa generasi muda anak bangsa, sehingga perlu dicarikan solusi dan juga dilakukan penegakkan hukum secara maksimal,” ujar Edy Hartaka.

Baca juga:  Kasus LPD Ped, Dua Ditetapkan Tersangka

Lanjut dia, kekerasan terhadap anak perlu diberantas. “Bahwa dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak memandang tindakan kekerasan pada anak sebagai tindakan pelanggaran hukum yang harus diambil tindakan secara tegas dan tidak pandang bulu siapa pelakunya. Dan harus dikenakan sanksi hukum bagi pelaku kekerasan terhadap anak tersebut sesuai dengan Pasal 80 UU No. 35 Tahun 2014 dan tentu saja untuk mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak anak adalah bagian dari Hak Asasi Manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tuanya, keluarganya, masyarakat, pemerintah maupun negara,” tegasnya.

Baca juga:  Strategi Kemenkumham Bali Cegah COVID-19

Sementara Lukas Banu menambahkan bahwa bahwa dalam menghadapi kasus anak ini perlu perhatian serius dari sisi keluarga dan juga kontrol sosial. “Kekerasan terhadap anak harus dihapuskan,” ucap Lukas.

Dalam diskusi itu juga diharapkan adanya keterlibatan desa adat, khususnya soal pararem, selain soal penegakkan hukum positif. (Miasa/Balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *