Desa Adat Bungkulan di Kecamatan Sawan komitmen melestarikan warisan tari sakral. (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa Adat Bungkulan di Kecamatan Sawan salah satu desa adat di Bali Utara yang banyak mewarisi kesenian seni dan budaya Bali. Di tengah kemajuan zaman seperti sekarang ini, warisan kesenian yang disakralkan itu rentan akan ditinggalkan oleh generasi muda. Untuk itu, upaya untuk menjaga kelestariannya wajib dilakukan.

Setidaknya hal itu dilakukan oleh Prajuru Desa Adat Bungkulan. Desa adat ini melaksankaan kebijakannya untuk melestarikan warisan seni dan budaya Bali yang diwarisi para leluhurnya. Kebijakan ini juga sejalan dengan nafas digulirkannya visi dan misi Nangun Sat Kerthi Loka Bali (NSKLB) yang digaungkan Gubernur Bali Wayan Koster.

Keian Desa Adat Bungkulan Kecamatan Sawan Made Mahawerdi dihubungi Senin (3/1) mengatakan, sejak terbentuk wewidanga desa adat yang kini dipimpinya itu terdiri dari 12 banjar adat. Rinciannya, Banjar Adat Alas Harum, Sema, Jero Gusti, Ancak, Pamesan, Sari, Jero Wargi, Punduh Sangsit, Badung, Dauh Munduk, Punduh Lu, dan Banjar Adat Kubu Kelod. Dengan luas wewidangan sekitar 3 hektar itu, hingga sekarang desa adat ini memiliki sekitar 13.000 krama.

Baca juga:  Desa Adat Nagasepaha Melasti ke Segara Buleleng

Seluruh krama desa ini bertangung jawab atas parahyangan Khayangan Tiga yang terdiri dari Pura Desa, Segara, Dalem, dan Pura Prajapati. “Sejak dibantuk wewidangan desa adat kami terdiri dari 12 banjar adat dan krama desa kami ini bertangung jawab penuh terhadap rayangan Khayangan Tiga di desa adat kami,” katanya.

Bukan hanya menyandang desa adat dengan wewidangan luas, namun desa adat ini mewarisi beberapa seni dan budaya dari para leluhur. Warisan ini sejak ada memiliki taksu yang amat disakralkan oleh krama desa adat.

Baca juga:  Desa Adat Buleleng Gelar Ngaben Massal

Beberapa kesenian itu adalah Tari Bari Um Mang. Tari sakral ini dipentaskan ketika digelar piodalan di Pura Sari Abangan di Banjar Dinas Ancak setiap tahunnya. Ada juga Tari Janger Due yang wajib dipentaskan ketika digelar piodalan di Pura Gunung Sari Banjar Adat Punduh Sangsit.

Sejalan dengan perkembangan zaman, Klia Desa Adat Bungkulan, Mahawerdi menyebut, para penari atau tokoh yang mengetahui warisan kesenian itu semakin berkurang. Atas kondisi ini, pihkanya kahwatir jika tidak ada upaya peneyelematan, bisa saja warisan yang disakralkan itu akan punah.

Untuk itu, sejalan dengan NSKLB yang digaungkan Gubernur Bali Wayan Koster, pihaknya menggulirikan kebijakan untuk melestarikan warisan kesenian sakral itut. Mahawerdi menyebut caranya melalui program dan anggaran yang ada di desa adat, pihaknya melaksanakan progran pelestarian dengan edukasi kepada generasi muda.

Baca juga:  Gubernur Koster Minta Alokasi APBN untuk Desa Adat

Dengan cara ini, prajuru desa adat menargetkan bagaimana para generasi muda faham kemudian memeiliki rasa cinta terhadap warisan sakral itu. Kemudian, target akhirnya adalah adanya penerus yang menarikan warisan kesneian tersebut, sehingga ancaman kesenian akan pundah dapat dicegah. “Itu beberapa tarian sakral yang kami warisi sampai sekarang, dan masih ada yang lain, sehingga kami komitmen untuk melestarikannya. Dengan anggaran yang kami terima bantuan dari Bapak Gubernur Bali melalui program NSKLB kami mengedukasi para generasi muda di desa adat untuk cinta dan meneruskan warisan dari pendahulu di desa adat kami agar tetap lestari,” katanya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *