JENEWA, BALIPOST.com – Meskipun mayoritas pasien COVID-19 sembuh dalam waktu 5-7 hari setelah muncul gejala, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tetap menyarankan karantina selama 14 hari. Demikian kata salah satu pejabat badan PBB tersebut saat konferensi pers, Selasa (4/1).
Namun, menurut Abdi Mahamud dari Tim Dukungan Manajemen Insiden COVID-19 WHO, negara-negara harus membuat keputusan tentang lamanya masa karantina berdasarkan kondisi seseorang. Di negara dengan jumlah infeksi yang rendah, masa karantina yang lebih lama dapat membantu menjaga jumlah kasus serendah mungkin, terangnya dikutip dari kantor berita Antara, Rabu (5/1).
Akan tetapi, di negara dengan kasus yang sangat rendah, karantina yang lebih singkat mungkin dibenarkan supaya perekonomian negara-negara tetap berjalan, katanya.
Pejabat WHO itu mengatakan, kepada awak media bahwa ada kemungkinan untuk terinfeksi flu dan COVID-19. Tetapi, karena keduanya adalah virus berbeda yang menyerang tubuh dengan cara yang berbeda, ada “risiko kecil” keduanya menyatu membentuk virus baru.
Menurut WHO, sampai 29 Desember 2021 sekitar 128 negara melaporkan kasus Omicron. Di Afrika Selatan, yang mengalami lonjakan tajam kasus diikuti oleh penurunan yang relatif cepat dan tingkat rawat inap serta kematian masih rendah.
Akan tetapi, situasi di setiap negara akan berbeda-beda, kata Mahamud. “Selagi studi terbaru menunjukkan fakta bahwa varian Omicron memengaruhi sistem pernapasan bagian atas daripada paru-paru, yang menjadi kabar baiknya, seseorang yang berisiko tinggi dan tidak divaksin masih berpotensi sakit parah akibat varian tersebut,” lanjutnya.
Mahamud menuturkan Omicron dapat menggeser varian lain dalam hitungan minggu, terutama di daerah yang memiliki sejumlah besar orang rentan – apalagi yang tidak divaksin. Di Denmark, katanya, perlu dua pekan untuk melipatgandakan kasus varian Alpha, sementara Omicron hanya butuh dua hari. “Dunia belum pernah menyaksikan penularan virus seperti itu,” katanya.
Kelompok Ahli Penasihat Strategi (SAGE) imunisasi WHO akan mengelar pertemuan pada 19 Januari untuk meninjau situasi tersebut. Topik yang akan dibahas di antaranya yaitu waktu booster, kombinasi vaksin dan komposisi vaksin ke depannya. (Kmb/Balipost)