NEGARA, BALIPOST.com – Perkembangan kependudukan yang sangat pesat dampak dari perumahan, menjadi salah satu konsen Desa Adat Baluk, Kecamatan Negara. Dalam upaya menjaga kearifan lokal Desa Adat, khususnya terkait baga pawongan, Desa Adat merancang revisi awig-awing yang bertujuan untuk memfilterisasi kependudukan.
D isamping upaya menjaga lingkungan (palemahan), dengan menanam bibit pohon buah Alpukat yang selain berfungsi sebagai penghijauan dan perindang jalan, juga memberikan tambahan pendapatan bagi krama.
Bendesa Adat Baluk, Komang Suartoma, mengungkapkan perlunya merancang awig yang mengatur kependudukan khususnya untuk krama tamiu dan tamiu. Hal ini didasari semakin banyaknya perumahan-perumahan di wewidangan Desa Adat Baluk, dan sebagian besar merupakan yang tinggal merupakan warga dari luar Baluk. “Ini perlu kita sikapi, karena bagaimanapun juga akan terus bertambah. Awig untuk pawongan sedang kita rancang. Saat ini sudah ada lebih dari enam perumahan dan masing-masing perumahan memiliki KK banyak,” kata Suartoma.
Bendesa yang baru dikukuhkan pada purnama kalima (Oktober) lalu ini menilai penting perlunya penyesuaian awig yang mengatur pawongan, karena melihat dampak yang lebih banyak negatif dari perumahan tersebut. Misalnya masalah sampah yang belakangan sering dibuang sembarangan, hingga pendataan warga yang menetap di perumahan.
Selain itu, untuk di baga parahyangan, Desa Adat telah menyelesaikan pembangunan Pura Dalem dengan penggantian sejumlah palinggih. Desa Adat Baluk menjadwalkan menggelar melaspas pada Februari 2022 dan mupuk pedagingan 2023.
Sedangkan untuk di baga palemahan, Desa Adat Baluk saat ini tengah berupaya gerakan menanam bibit tanaman khususnya buah Alpokat. Di awal, penanaman 250 bibit dilakukan di pinggir jalan di banjar Baluk Rening.
Nantinya akan diperluas hingga sepanjang jalan-jalan di Baluk. Fungsinya selain penghijauan, juga memberikan ciri khas Desa Baluk sebagai salah satu desa penghasil buah alpukat.
Kedua, hasil dari buah menjadi tambahan pendapatan bagi krama. “Kita berupaya agar ini nantinya bisa menjadi salah satu produk khas Desa Adat Baluk. Terkait dengan lain-lainnya, seperti pemeliharaan hingga penjualan juga kita kerjasamakan,” terang mantan Klian Subak ini.
Selain itu juga perlu penataan terkait penataan wilayah desa, yaitu tempat usaha, pemukiman dan parahyangan ada batasan-batasan.
Terkait dengan Bupda (baga usaha padruwen desa adat), akan difokuskan pada jasa seperti penjualan sarana prasarana upakara. Terlebih di Baluk ini, menurutnya sudah terbentuk paiketan srathi. Selain itu juga memaksimalkan pengelolaan Pantai Rening, dimana desa adat juga memiliki peran di sana.
Desa adat menurutnya juga akan memfokuskan untuk simpan pinjam krama, diarahkan di LPD saja. Sebab, saat ini, menurutnya beberapa tempek juga menerapkan simpan pinjam dari dana kas tempek itu. Dan kurang berjalan efektif.
Lebih baik LPD dikembangkan karena memang dari sisi aturan juga lebih tepat di LPD. Bilapun nantinya di tempek ada dana kas, diarahkan untuk melayani kebutuhan krama desa tersebut. Misalnya penunjang sarana upakara yadnya, baik itu meja kursi dan lain-lain. (Surya Dharma/balipost)