Pura Dalem Agung Desa Adat Kubu. (BP/ina)

BANGLI, BALIPOST.com – Desa Adat Kubu di Kecamatan Bangli selama ini rutin menggelar upacara mecaru banteng. Upacara tersebut digelar setiap sasih kaulu. Tujuannya untuk memohon keselamatan kepada sang pencipta.

Upacara mecaru banteng dilaksanakan di Pura Dalem Agung Desa Adat Kubu. Upacara tersebut biasanya dipuput dua orang pemangku di pura setempat.

Mecaru Banteng menggunakan sarana hewan sapi. “Untuk tahun ini memakai satu ekor sapi. Tahun lalu dua ekor sapi. Tahun depan juga dua ekor sapi. Jadi tiap dua tahun sekali pakai dua ekor sapi,” ujar Bendesa Adat Kubu I Nyoman Nadi.

Baca juga:  Desa Adat Bukit Jangkrik Kembangkan Potensi Desa

Ketika menggunakan dua ekor sapi, salah satu sapi harus berwarna hitam atau yang biasa disebut warga sapi cemangi. Sapi itu nantinya akan disembelih di pemangkalan atau perempatan desa setempat pada petang hari. “Yang satunya sapi yang warna bulunya biasa. Boleh betina atau jantan. Nanti dipotong biasa di pura, kemudian dagingnya digunakan untuk persembahan upacara,” jelasnya.

Menurutnya makna pelaksanaan upacara mecaru banteng sama dengan upacara nangluk merana pada umumnya. Yakni memohon keselamatan dan menetralisir hal-hal negatif.

Baca juga:  Petani Garam Kusamba Tinggal Satu Generasi

Pada sasih kaulu tahun ini upacara mecaru banteng rencananya akan digelar pada 19 Januari 2022.

Selain rutin menggelar upacara Yadnya, Desa Adat Kubu yang ada di Kelurahan Kubu itu selama ini berupaya mengembangkan potensi yang dimiliki. Salah satunya potensi perekonomian melalui pasar desa adat. Diakui Nadi, selama ini pasar yang dimiliki Desa Adat belum berkembang. Hanya terisi lima pedagang. Padahal kapasitas pasar itu mampu menampung hingga 57 pedagang.

Baca juga:  Desa Adat Undisan Kelod Promosikan Potensi Wisata

Sejauh ini Nadi mengaku pihaknya belum punya gambaran terkait rencana apa yang akan dilakukan untuk pengembangan pasar itu. Pihaknya masih akan mendiskusikan itu. Kemungkinan akan dilakukan penataan. “Yang jelas kami akan berupaya supaya pasar berkembang. Biar pedagang tertarik berjualan di sana,” ujarnya.

Jika pasar itu bergeliat tentunya akan memberi keuntungan bagi desa adat. Akan ada pemasukan dari retribusi pasar. “Selain itu tentu perekonomian masyarakat akan berkembang,” jelasnya. (Dayu Swasrina/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *