Wayan Karmen menunjukkan piagam Anugerah Bali Brand yang diterimanya. (BP/Hendri Febriyanto)

BANGLI, BALIPOST.com – Inovasi menjadi kunci bagi pelaku usaha agar produknya bisa diterima dan bersaing di pasaran. Prinsip itulah yang nampaknya selama ini diterapkan Wayan Karmen.

Pemilik usaha kerajinan keben/sokasi dengan brand Sekar Madu itu berinovasi membuat produk sokasi bisa tampil beda dengan produk sokasi perajin lainnya. Ia menuangkan aneka motif batik sebagai hiasannya.

Sokasi batik buatannya memiliki ketahanan yang lebih lama dibanding produk sokasi lainnya. Supaya tetap diminati, ia terus menciptakan motif-motif batik baru yang menarik.

Warga Desa Jehem, Kecamatan Tembuku itu sudah sebelas tahun menggeluti usaha kerajinan sokasi batik. Sebelum terjun ke usaha kerajinan sokasi batik, Karmen sempat bekerja di sebagai karyawan hotel.

Karena terkena PHK, ia akhirnya memilih pulang kampung. “Di rumah saya berpikir apa yang bisa dikerjakan. Karena saya lihat potensi di Bangli yang paling dominan adalah bambu, sehingga saya lirik kerajinan keben,” ungkap Karmen saat ditemui Bali Post di rumahnya Senin (17/1).

Baca juga:  Sidang Dugaan Korupsi PTSL Jehem, Saksi Bayar Lebih Dari Rp 150 Ribu

Ia pun kemudian mencoba belajar secara otodidak membuat produk sokasi yang berbeda dengan produk sokasi pada umumnya. Karmen mendapat inspirasi menghias sokasi dengan batik.

 

Teknik membatik yang dilakukan pada sokasinya sama seperti membatik pada selembar kain. Proses pewarnaannya melalui tahap perebusan, tanpa menggunakan cat dan minyak.

Menurutnya hal inilah yang membuat produk buatannya memiliki ketahanan yang lebih lama dibanding produk sokasi lainnya. Meski dicuci atau disikat, warna dan motif batiknya tidak luntur.

Baca juga:  Soal Perubahan dari Pegawai Permanen ke Kontrak, Aneh dan Melanggar UU

Selain itu juga aman jika tersentuh makanan. “Karena semua bahannya dari air,” jelasnya.

Dari aneka motif batik yang selama ini dibuatnya, yang paling laris dipasaran yakni motif rangrang, dan gringsing. Juga motif tultul yang terlihat antik.

Supaya konsumen tidak bosan, ia pun terus berusaha menciptakan motif batik baru. Selain sokasi/keben, ia juga membuat produk anyaman bambu dengan hiasan batik lainnya seperti kepe, ebeg, tempat bunga, tas.

Selama ini produk buatannya banyak dibeli pengepul. Untuk pemasaran, Karmen mengatakan saat ini lebih banyak dilakukannya lewat online. Ia pun kerap menawarkan harga menarik bagi yang berminat menjadi reseller produknya.

Sebagaimana pengusaha lainnya, Karmen mengaku cukup merasakan dampak pandemi covid-19. Daya beli konsumen dirasakan sangat menurun. “Kalau setahun pandemi belum saya rasakan dampaknya, masih normal. Setelah dua tahun ini baru saya merasakan,” ujarnya.

Baca juga:  Mie Bujuh Sediakan Menu Mie Pedas hingga Level 55, Pengunjung Didominasi Kaum Muda

Menurutnya konsumen sekarang lebih banyak mencari produk yang murah. “Sudah mulai hitung-hitungan,” ujarnya.

Meski demikian, sampai saat ini ia tetap bersyukur sebab produknya masih laku di pasaran dan masih ada saja order yang datang kepadanya. “Astungkara, usaha saya masih bisa berjalan. Walaupun kondisi pandemi ada saja order yang saya kerjakan,” ujarnya.

Karmen mengucapkan terimakasih atas penghargaan Bali Brand yang diberikan Bali Post. Ia berharap perhatian dan ruang promosi yang selama ini diberikan Bali Post kepada pelaku UMKM di Bali bisa menjadi jalan bagi para pengusaha untuk bisa lebih dikenal dan tetap eksis. (Dayu Swasrina/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *