DENPASAR, BALIPOST.com- Kasus Covid-19 terus di lingkungan sekolah di Bali terus menyebar. Bahkan, beberapa sekolah di tingkat SMA yang siswanya terpapar Covid-19 telah menghentikan sistem pembelajaran tatap muka (PTM) ke sistem offline. Dengan menyebarnya Covid-19 kluster sekolah ini, pemerintah disarankan memberlakukan sistem pembelajaran hybrid (daring dan offline).
Praktisi Pendidikan, Dr. Drs. A.A. Gede Oka Wisnumurti, M.Si., mengatakan, ketika pandemi Covid-19 sudah menjadi wabah nasional dan bahkan dunia, maka fokus utama adalah menjaga kesehatan masyarakat dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) secara ketat. Termasuk di dunia pendidikan yang melibatkan interaksi intens antara anak didik atau siswa dan guru.
Ketua Yayasan Kesejahteraan Korpri Provinsi Bali ini menilai bahwa uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) atau ofline membuktikan banyaknya siswa terpapar virus corona. “Ini artinya virus masih ada disekitar kita, dan kita semua wajib saling menjaga dan melindungi. Pilihannya adalah cara pembelajaran hybrid dengan menempatkan satu unit kontrol untuk tes antigen secara berkala memang sangat diperlukan,” ujar Wisnumurti, Kamis (3/2).
Pihaknya mengakui, bahhwa dalam situasi seperti saat ini semua orang merasa jenuh. Namun, resiko kesehatan juga harus menjadi prioritas perhatian bersama. Sehingg, jaminan kesehatan sekolah dengan penerapan prokes mesti juga secara ketat dilakukan oleh pihak sekolah. Dan ini membutuhkan biaya yang harus ditanggulangi.
Sementara itu, Pengamat Pendidikan yang juga Ketua YPLP PGRI Badung, Dr. Drs. I Made Gde Putra Wijaya, SH.,MH., menyarankan agar sistem pembelajaran hybrid terbatas hanya diberlakukan kepada sekolah yang siswanya terpapar Covid-19. Bagi sekolah yang siswanya tidak terpapar Covid-19 diusulkan agar tetap bisa melakukan sistem PTM dengan meningkatkan penerapan prokes secara ketat.
“Saya mencurigai atau menerangai mengapa pandemi Covid-19 ini lebih banyak munculnya di sekolah negeri karena jumlah siswa yang membludak setelah dilakukan pembelajaran tatap muka secara penuh. Disinyalir jumlah siswa di sekolah negeri saat ini cukup banyak atau membludak sampai ada yang di atas 40 orang, bahkan lebih per kelasnya,” tandas Putra Wijaya.
Meskipun demikian, Putra Wijaya, mengatakan bahwa meskipun penyebaran Covid-19 kluster sekolah mulai bermunculan, tetapi bukan berarti klaster sekolah menjadi kambing hitam meningkatnya penyebaran Covid-19 di Bali saat ini. Justru, dinilai kluster penyebaran Covid-19 terjadi di masyarakat. “Sekolah jangan di-kambing hitam-kan sebagai sumber klaster karena bisa jadi klaster itu terjadi di masyarakat. Namun, tracing dan testingnya dilakukan di sekolah. (Winata/Balipost)