Oleh Agung Kresna
Kota Nusantara yang berada di Provinsi Kalimantan Timur akan menjadi kota pertama di Indonesia yang pembangunannya dimulai dari nol. Semua kota yang ada di Indonesia selama ini dibangun dengan mengembangkan aktivitas kota yang sudah ada sebelumnya.
Sehingga sering juga membawa warisan permasalahan kota yang sudah kronis.Harus diakui bahwa Ibu Kota Nusantara (IKN) selain memiliki fungsi administratif juga mengandung fungsi
integratif, performatif, simbolisasi, serta upaya pelestarian monumen budaya, sejarah, dan nilai budaya bangsa; sebagaimana diungkap oleh sejarawan Andreas W Daum.
Kota Nusantara menjadi wujud wajah eksistensi negara Indonesia. Kota Nusantara sebagai ibu kota negara yang baru, akan menjadi simbol jati diri bangsa dan negara. Wajah arsitektur bangunan di Kota Nusantara sudah semestinya merepresentasikan simbol bangsa Indonesia.
Bisa dikatakan bahwa wajah arsitektur Kota Nusantara akan menjadi wajah bangsa Indonesia di mata dunia. Publik tentu amat menantikan desain arsitektur di Ibu Kota Negara Nusantara.
Sekilas rasa penasaran ini sedikit terjawab dari kompilasi hasil lomba desain arsitektur IKN beberapa waktu lalu. Bahkan pradesain bangunan Istana Negara karya perupa I Nyoman Nuarta juga sudah dapat
dinikmati publik.
Kota Nusantara sebagai IKN harus memiliki kemampuan untuk menangkap dan mewujudkan berbagai unsur dan aspek persatuan nasional (integratif). Nama “Nusantara” terkesan archaic
(kuno) tetapi cukup berakar dalam sejarah Indonesia yang masih dilestarikan sebagai istilah yang netral, tanpa potensi sentimen primordial.
Nama “Nusantara” juga merujuk pada konsep geopolitik yang mengandung prinsip negara kepulauan. Sebagaimana kecenderungan yang terjadi
di dunia, identitas bangsa menjadi nama ibu kota negara. Sebut saja Aljir untuk Aljazair, Tunis di Tunisia, Kota Meksiko di Meksiko, San Salvador di El Salvador
(Rossam, 2017).
Sementara menurut Antropolog Clifford Geertz, pusat
pemerintahan kerajaan pada masa Hindu di Indonesia
dalam abad 13-14 dibangun sebagai perwujudan
tatanan alam semesta secara mikrokosmos. Mulai dari arsitektur istana, singgasana, bangunan peribadatan, dll, mencerminkan kekuasaan raja
yang terkait dengan kekuatan maha dahsyat yang tak terlihat.
Sedang pada masa modern utopia itu dicoba ditampilkan secara lebih realistis. Walau tetap
merupakan upaya mewujudkan kehidupan yang mendekati sempurna sebagai impian suatu bangsa, dalam wujud fisik arsitektur kotanya. Bagaimanapun IKN secara outward capitals tetap menjadi wajah bangsa kepada dunia luar.
Fungsi simbolisasi dalam IKN direfleksikan dalam wajah arsitektur serta tata ruang Kota Nusantara yang menampilkan simbol otoritas dalam melestarikan
nilai-nilai luhur bangsa. IKN menjadi laboratorium visual imajinasi nasional.
Karya terbaik anak bangsa mewarnai wajah arsitektur Kota Nusantara sebagai wujud wajah bangsa di dunia internasional. Presiden Joko Widodo juga sempat
mengutarakan melalui Twitter @jokowi bahwa arsitektur bangunan Istana Negara di Kota Nusantara harus menjadi kebanggaan bangsa, sekaligus mencerminkan kemajuan bangsa.
Saat ini semua Istana Negara di Indonesia adalah bangunan warisan Hindia Belanda, kecuali Istana
Tampak Siring di Bali. Jika tahun 2024 Ibu Kota Negara Indonesia mulai resmi pindah di Kawasan Otorita Nusantara, maka akan terjadi revolusi
standar waktu di Indonesia.
Sejak 2024 Waktu Indonesia Tengah akan menjadi
standar waktu utama di Indonesia. Kondisi ini akan mengubah paradigma (mindset) waktu bagi seluruh kegiatan di Indonesia, utamanya kegiatan perekonomian.
Penulis Arsitek, Senior Researcher pada Centre of Culture & Urban Studies (CoCUS) Bali, tinggal di Denpasar