Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Tjandra Yoga Aditama. (BP/Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Varian Omicron masih mendominasi di sejumlah negara dan menyebabkan kenaikan kasus signifikan, seperti di Indonesia. Belum reda gelombang Omicron ini, ramai diperbincangkan varian bernama Deltacron.

Menurut Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama, Deltacron merupakan varian baru gabungan BA.1 dan B.1617.2. Varian ini telah memperoleh pengakuan dari otoritas berwenang di Inggris sebagai laporan yang sedang diawasi.

“Sekarang memang dilaporkan adanya varian hibrid Deltacron ini, yang disebut gabungan BA.1 dan B.1617.2. Di Inggris varian ini dimasukkan ke dalam variant surveillance report, ” kata Tjandra Yoga Aditama, dikutip dari Kantor Berita Antara, Jumat (18/2).

Ia mengatakan kemunculan varian Deltacron telah dilaporkan di Siprus sejak 2021. Tapi, waktu itu banyak yang menganggap virus tersebut hanya sebagai pencemaran di laboratorium.

Baca juga:  AS Segera Vaksinasi Anak Usia 5 Sampai 11 Tahun

Kemudian pada 7 Januari 2022, United Kingdom Health Security Agency (UKHSA) mengirim 25 sekuen varian Deltacron ke situs pengumpulan data global genom bernama GISAID. “Deltacron baru ramai diperbincangkan pada Februari 2022,” katanya.

Tjandra yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu mengatakan ada dugaan varian baru Deltacron terbentuk pada seseorang yang tertular dua varian sekaligus, yakni BA.1 dan B.1617.2. “Tapi belum jelas apakah terjadi di Inggris atau merupakan kasus impor ke negara itu,” katanya.

Baca juga:  Bertambah, WNA dan Warga Kabupaten Lain Jadi Korban Jiwa COVID-19 di Bali

Di sisi lain, kata Tjandra, WHO pada awal Januari 2022 menyebut ada kemungkinan seseorang dapat terserang beberapa varian SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 sekaligus. “Seperti juga mungkin saja seseorang terinfeksi COVID-19 dan juga pada saat yang sama terinfeksi Influenza,” katanya.

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara 2018-2020 itu memastikan hingga sekarang belum ada informasi resmi dari UKHSA tentang kemungkinan penularan serta gejala yang timbul dari Deltacron. “Walaupun ada pendapat beberapa pakar tentang Deltacron, nampaknya kita masih perlu menunggu beberapa waktu ke depan,” katanya.

Tjandra menambahkan Deltacron dan Delmicron yang sempat ramai diperbincangkan publik pada Desember 2021 merupakan dua hal berbeda. “Delmicron yang tadinya disebut-sebut sebagai gabungan dari varian Delta dan varian Omicron ternyata hal ini tidak benar. Istilah Delmicron hanyalah bermula dari keterangan Dr Shashank Joshi, salah seorang anggota satgas dari negara bagian Maharashtra di India yang kebetulan diwawancara media, bukan dalam bentuk tulisan ilmiah,” katanya.

Baca juga:  UEA Hapus Wajib Masker di Ruang Terbuka

Tjandra mengatakan otoritas berwenang di India, termasuk yang ternama seperti Indian Council of Medical Research (ICMR) tidak pernah memberikan informasi tentang ada tidaknya Delmicron. “Juga tidak ada pernyataan dari organisasi resmi apapun di India begitu juga tidak ada penjelasan dari pakar lain yang menyebutkan tentang Delmicron,” katanya. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *