Polres Tabanan menyerahkan surat penghentian penyelidikan tersebut termasuk Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP), Selasa (22/2) di ruang KBO Reskrim Polres Tabanan. (BP/Istimewa)

TABANAN, BALIPOST.com – Setelah berproses setahun lebih, sengketa tanah pelaba Pura Dalem Desa Adat Klecung, Desa Tegal Mengkeb, Selemadeg Timur akhirnya berakhir. Penyidik Reskrim Polres Tabanan tidak menemukan unsur pidana dalam kasus tersebut sehingga mengeluarkan surat penghentian penyelidikan.

Terkait hal itu, Perbekel Desa Tegal Mengkeb Dewa Made Widarma dan Mantan Bendesa Adat Klecung I Ketut Siada selaku terlapor didampingi penasehat hukum mendatangi Polres Tabanan guna mengambil surat penghentian penyelidikan tersebut, termasuk Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP), Selasa (22/2) di ruang KBO Reskrim Polres Tabanan. Kasubag Humas Polres Tabanan Iptu Nyoman Subagia didampingi KBO Reskrim Polres Tabanan Ipda Putu Eka Priyanata bersama Kanit II Reskrim Polres Tananan Ipda I Nyoman Muliarta menjelaskan, setelah melalui proses pemeriksaaan dan penyelidikan, tidak menemukan unsur pidana atas laporan tindak pidana pemalsuan atau dugaan dengan sengaja meemakai surat palsu atau surat yang dipalsukan, seolah-olah surat itu tidak asli dan tidak dipalsukan tentang surat pernyatan penguasaan fisik bidang tanah (sporadik) seperti dilaporkan Anak Agung Ngurah Maradi Putra.

Baca juga:  Kapolres Himbau Masyarakat Bijak Menggunakan Medsos

Berdasarkan pasal 263 ayat 2 KUHP dengan alasan bukan merupakan peristiwa pidana karena tidak cukup bukti penyidik telah menghentikan penyelidikan. Bahkan, pihak penyidik juga telah memberitahukan hal tersebut kepada pelapor.

Surat penghentian penyelidikan ini pun juga sudah diberikan kepada pelapor tanggal 18 Februari 2022. Dari pelapor sudah sudah menerima. “Untuk pemberian surat penghentian harusnya kita yang membawa ke terlapor maupun pelapor, namun karena dari terlapor ingin mengambil ke Polres Tabanan kita persilakan,” ucap Iptu Subagia.

Perkara ini sejatinya bermula dari Anak Agung Ngurah Maradi Putra (pelapor) ,warga dari Kecamatan Kerambitan yang memiliki lahan berdampingan dengan lahan Desa Adat Klecung, Desa Tegal Mengkeb. Di 2017, baik Desa Adat Klecung dan pelapor sama-sama mengurus sertifikat lewat program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) hingga akhirnya sertifikat sudah selesai di tahun 2017 itu. Sesuai yang diterbitkan Badan Pertanahan Negara (BPN) Tabanan luas tanah yang di sertifikat Desa Adat Klecung berjumlah 27,8 are.

Baca juga:  Vaksinasi Massal, Urkes Polres Tabanan Sasar Apuan 

Tanah ini terletak strategis di pesisir Pantai Klecung dan difungsikan untuk tempat parkir krama Kecamatan Selemadeg Timur saat dilaksanakan upacara melasti. Tanah ini pun atas nama tanah laba Pura Dalem Desa Adat Klecung.

Namun dalam perjalanan atau di tahun 2020, ternyata pelapor mengklaim tanah yang dimiliki di sekitaran Desa Adat Klecung berkurang. Itu ditunjukkan berdasarkan pipil yang dimiliki. Padahal tanah telah di sertifikatkan dan sama-sama sudah keluar di tahun 2017.

Kuasa Hukum Desa Adat Klecung, I Gusti Ngurah Putu Alit Saputra mengatakan kasus penyelidikan sudah dilakukan setahun lebih sejak Januari 2021. Dan hasilnya dalam kasus ini tidak ditemukan cukup bukti, sesuai dengan penjelasan pihak kepolisian.

Baca juga:  Semester I 2024, Lakalantas di Tabanan Turun Signifikan

Dijelaskan, tanah yang disengketakan seluas 27,8 are yang merupakan warisan turun temurun lalu disertifikatkan di tahun 2017 sebagai pelaba Pura dalem setempat. Pensertifikatan tersebut bersamaan dengan tanah di sebelahnya milik pelapor. Namun saat itu tidak ada masalah dan tidak ada protes.

Baru di tahun 2020 hal itu dipersoalkan berdasarkan pipil milik terlapor yang sudah dikonversi menjadi sertifikat. “Kalau mau mempermasalahkan berdasarkan pipil, batalkan dulu sertifikatnya yang dibuat bersamaan,” terangnya.

Sementara itu Perbekel Desa Tegal Mengkeb Dewa Made Widarma sangat mengapresiasi kinerja Polres Tabanan dalam penanganan kasus ini. “Saya sangat apresiasi kinerja penyidik, dan terharu sekali. Karena apa yang kami impikan bersama masyarakat itu memang tanah milik masyarakat Desa Adat Klecung. Mengapa ketika kami mensertifikatkan di klaim oleh Jero Marga (Anak Agung Maradi Putra). Mengapa tidak dipermasalahkan ketika sama-sama mensertfikatkan tanah tahun 2017 lalu,” tegasnya. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *