DENPASAR, BALIPOST.com – Pungutan retribusi di wilayah ODTW Kintamani kembali mencuat diperbincangkan. Pemkab Bangli memberlakukan elektronik tiket (e-tiket) di sejumlah titik di pintu masuk wilayah Kintamani. Sebelumnya, masalah tiket masuk ke kintamani selalu menjadi pergunjingan. Namun kembali mencuat, kali ini pemberlakuannya dengan sistem baru yakni e-tiket.
DPK GMNI Hukum Udayana persoalkan pungutan retribusi untuk masuk kawasan ODTW Kintamani. Sebagaimana pres relis yang diterima Balipost.com, Rabu (23/2), beberapa hal yang dipersoalkan adalah pemberlakuan kembali retribusi berdasarkan peraturan bupati bangli nomor 37 tahun 2019 yang nominalnya mengacu pada perkembangan ekonomi tahun 2019. Sebagaimana pandemi Covid-19 yang melanda berbagai sektor ekonomi dari tahun 2020 sampai dengan saat ini, seharusnya besaran tarif retribusi dilakukan pengkajian kembali berdasarkan perkembangan ekonomi saat ini. Pengkajian tersebut juga merupakan amanat perda kabupaten bangli nomor 7 tahun 2010.
Komisaris DPK GMNI Hukum Udayana, I Wayan Hendra menyampaikan, ketika masyarakat sedang fokus berjuang melawan Covid-19, dan mati surinya pariwisata Bali secara umum, sehingga membuat terpuruknya ekonomi Bali, dengan berlakunya kembali Peraturan Bupati Bangli Nomor 37 Tahun 2019 tentang Perubahan Peraturan Bupati Nomor 47 Tahun 2014 tentang Peninjauan Tarif Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga Kabupaten Bangli telah menciderai semangat pemulihan ekonomi khususnya di Kabupaten Bangli serta malah menjadi bumerang tersendiri bagi objek wisata yang ada di Kawasan ODTW Kintamani, Hal ini ditakutkan terjadi karena animo wisatawan lokal maupun mancanegara untuk sekedar liburan di objek-objek wisata yang ada di Kintamani menurun, sehingga menjadi kerugian besar bagi UMKM lokal yang sedang berjuang sekuat tenaga berjuang di masa pagebluk ini.
“Pelaksanaan retribusi merupakan hak pemerintah daerah namun dalam pelaksanaan pungutan retribusi hendaknya dikaji kembali terhadap besaran tarif retribusi dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi saat ini, selain itu juga memperhatiakan objek (tempat) melakukan pemungutan retribusi daya tarik wisata (DTW) sesuai dengan perda kabupaten bangli nomor 7 tahun 2010,” ungkap Wayan Hendra.
Menurut Wayan Hendra, Pungutan retribusi tersebut dilakukan di pintu masuk wilayah yang hal ini sangat tidak efektif serta membuat tujuan diadakannya Perda tersebut tidak sesuai dengan sebagaimana mestinya. Seharusnya pungutan retribusi dilakukan di tempat yang memberikan pelayanan tempat rekreasi, pariwisata maupun olahraga sebagaimana termaktub dalam pasal 10
Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 7 Tahun 2010. “Pemkab bangli harus berhati-hati dalam membuat dan menerapkan kebijakan terhadap kegiatan pariwisata. Jangan sampai kebijakan yang dibuat justru memberikan citra buruk bagi perkembangan pariwisata di kabupaten bangli.” ucapnya.
Selain itu hal yang menyulitkan adalah menentukan subjek retribusi karena kegiatan pungutan retribusi di pintu masuk wilayah akan menjadi kurang tepat sasaran, mengingat subjek retribusi bisa saja memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan tujuannya masuk wilayah tersebut. Sehingga hal ini menjadi persoalan baru yang harus dicarikan solusi bersama sesuai dengan tujuan hukum yaitu keadilan, ketertiban, kebermanfaatn dan kepastian.
Sementara Sekbid Agitasi dan Propaganda, Arya Nata Wijaya meminta Pemerintah Bangli dalam setiap kebijakan yang dibuat harus berdasarkan dan berpihak kepada nasib rakyat secara keseluruhan “Seharusnya kebijakan pemerintah lahir untuk rakyat dan berpihak pada kepentingan rakyat banyak, bukan malah menyulitkan dan memberatkan masyarakat di masa pandemi Covid-19,” ucapnya.
Dari berbagai permasalahan yang ada, DPK GMNI Hukum Udayana mengambil sikap mendesak dilakukan evaluasi berdasarkan perkembangan ekonomi saat ini. (Agung Dharmada/Balipost)