Tangkapan layar Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam Sidang Pengucapan Putusan, Kamis (24/2/2022). (BP/Dokumen Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Presidential threshold atau ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden sebesar 20 persen, seperti terkandung dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum adalah konstitusional.

“Mendasarkan syarat perolehan suara (kursi) partai politik di DPR dengan persentase tertentu, untuk dapat mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, sebagaimana ketentuan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 adalah konstitusional,” kata Hakim MK Manahan M.P. Sitompul dalam Sidang Pengucapan Putusan, seperti dipantau secara daring di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, Kamis (24/2).

Baca juga:  Perubahan Alokasi Daya Listrik akan Bebani  Masyarakat

Pernyataan serupa juga telah dikemukakan oleh MK dalam Putusan Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008. Meskipun putusan tersebut merupakan perkara pengujian undang-undang yang berbeda, yaitu Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, namun secara substansial norma yang dimohonkan pengujian mengatur hal yang sama dengan perkara a quo.

Adapun perkara yang dimohonkan oleh pemohon adalah besaran angka persentase presidential threshold. Putusan Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008 telah menjadi dasar pertimbangan hukum berbagai putusan Mahkamah Konstitusi untuk perkara serupa.

Baca juga:  Satgas Antihoaks Dipastikan Makin Intensif Jelang Pemilu 2024

“Menurut pendapat kami, belum terdapat alasan-alasan yang fundamental untuk dapat menggeser pendirian Mahkamah atas putusan-putusan yang sebelumnya,” tambahnya dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (24/2).

MK melalui berbagai putusan sebelumnya telah menyatakan bahwa presidential threshold tidak hanya dimaksudkan untuk mendapatkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan legitimasi yang kuat dari rakyat. Persyaratan tersebut juga memiliki tujuan untuk mewujudkan sistem presidensial yang efektif berbasis dukungan dari DPR.

Baca juga:  Mengenal Desa BRILIan Trawas, Sukses Pelaku UMKM Kopi dan Jamur Tiram

Lebih lanjut, MK juga menyatakan presidential threshold merupakan open legal policy, sehingga menjadi ranah pembentuk UU dalam menentukan dan/atau mengubah besaran persyaratan tersebut.

Di sisi lain, Ketua Hakim MK Anwar Usman menyatakan para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Oleh karena itu, pokok permohonan dari para pemohon tidak dipertimbangkan. “Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Anwar Usman. (Kmb/Balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *