DENPASAR, BALIPOST.com – Pemerintah diminta menindak tegas mafia visa. Sebab telah mencoreng pariwisata Bali yang ingin kembali bangkit dari keterpurukan akibat hantaman pandemi Covid-19.
Oknum pelaku mafia visa perlu diberi sanksi berat. Tidak hanya mafia visa, mafia-mafia lainnya yang merugikan pariwisata Bali mesti ditindak tegas. Demikian disampaikan Rektor Institut Pariwisata dan Bisnis (IPB) Internasional, Dr. I Made Sudjana, S.E., M.M., CHT., CHA., dan Akademisi Hukum Universitas Warmadewa (Unwar), Dr. I Wayan Rideng, S.H., M.H., di Denpasar, Kamis (24/2).
Sudjana menegaskan apapun motifnya mafia visa harus ditindak tegas. Sebab, ini merupakan salah satu “kerikil-kerikil” yang menghambat pengembangan pariwisata Bali ke depan. “Kalau ini benar, mestinya oknum yang terkait di dalam mafia visa ini perlu diberikan sanksi yang berat, karena ini akan merugikan pariwisata dan masyarakat banyak. Pemerintah dan aparat mestinya bertindak tegas dalam memberantas mafia-mafia ini,” tandas Made Sudjana.
Tidak hanya mafia visa, mafia-mafia lain yang berkaitan dengan pariwisata Bali juga harus ditindak tegas. Seperti halnya mafia manipulasi vaksinasi, tes rapid antigen, masker, dan lainnya.
Bagi Made Sudjana, tindakan tersebut sudah sangat keterlaluan. Karena tidak saja berdampak negatif bagi pariwisata, namun juga merugikan kesehatan masyarakat di masa pendemi Covid-19 yang terus bermunculan dengan varian-varian barunya. “Bagi saya orang-orang yang melakukan tindakan tersebut dosanya berlipat ganda, oleh karena itu harus ditindak tegas sampai tuntas,” tegasnya kembali.
Sudjana tidak ingin hal ini kembali dijadikan kesempatan oleh negara tetangga untuk mengambil alih wisman yang ingin berkunjung ke Bali. Ia mencontohkan, ketika pemerintah memberlakukan karantina bagi wisman yang berkunjung ke Bali selama 7-10 hari, telah dimanfaatkan oleh negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia dan Thailand dengan memberlakukan kebijakan karantina selama 3 hari. Sehingga, para wisman lebih memilih berlibur ke negara tersebut.
Rideng menyayangkan dan mengaku prihatin adanya mafia visa yang dilakukan oleh beberapa orang. Tindakan yang dilakukan tersebut telah mengabaikan prinsip rasa kemanusian, karena meraup rezeki dengan cara tidak benar di tengah pemulihan pariwisata Bali di masa pendemi Covid-19.
Menurut dosen pengampu mata kuliah Hukum Kepariwisataan pada FH Unwar ini kesohoran Bali sebagai destinasi wisata dunia, sudah menjadi brand yang tidak dapat disangsikan lagi keberadaannya. Selama hampir dua tahun pandemi Covid-19 berlangsung, kebanyakan orang akan mendapatkan kerinduan untuk melakukan perjalanan wisata yang tentu dijalani dengan sulit dan berisiko tinggi.
Disadari pada saat ini, dengan melakukan perjalanan wisata ke tempat tujuan wisata diharapkan mampu menghilangkan titik kejenuhan yang selama ini terjadi pembatasan aktivitas. Dengan melakukan perjalanan wisata, berharap dapat membangkitkan semangat untuk beraktivitas atau berusaha yang selama ini sempat mematikan harapan untuk kelangsungan berusaha. Terutama yang berhubungan dengan sektor kepariwisatawanan.
Oleh karenanya melalui kebangkitan pemulihan sektor pariwisata setiap orang wajib untuk memberi dukungan. Ke depannya semua stakeholder harus dapat mewujudkan pemulihan Bali sebagai destinasi wisata dunia. Jangan sampai ada orang yang menari di atas penderitaan orang lain. Tentu ini menjadi tanggung jawab semua. Sehingga perlu ada keteguhan dan sikap secara bersama untuk membangkitkan perekonomian. “Jangan sampai ada menelikung dari dalam, maksudnya dari para pelaku sektor pariwisata. Diperlukan peningkatan pembinaan dan pengawasan dari instansi yang membidangi hal ini dan asosiasi yang bersentuhan dengan sektor kepariwisataan Bali,” tandas Sekretaris Prodi S-3 Hukum Unwar ini. (Winatha/balipost)