DENPASAR, BALIPOST.com – Hari Raya Nyepi cukup berpengaruh pada kualitas udara di Pulau Dewata. Hal ini diketahui setelah Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) BMKG melakukan observasi terhadap kualitas udara saat Hari Raya Nyepi di Bali pada 3 Mei 2022.
BMKG melakukan observasi untuk memperoleh data riil sebagai pembuktian kepada masyarakat dan dunia mengenai usaha penurunan emisi demi peningkatan kualitas udara di Indonesia untuk perubahan iklim. Tak hanya saat puncak Nyepi, BMKG telah memulai observasi terhadap kualitas udara di Bali sejak tanggal 28 Februari hingga 6 Maret 2022.
“Dasar kegiatan ini dilakukan karena saat Nyepi tidak ada sama sekali aktivitas manusia, sehingga ini menjadi kesempatan yang baik untuk mengukur penurunan gas rumah kaca, dan sejauh mana aktivitas manusia berperan dalam peningkatan gas rumah kaca,” ujar Dr. Donaldi Sukma Permana, Koordinator Bidang Klimatologi BMKG Indonesia saat jumpa pers, Senin (7/3).
Dikatakan, hingga saat ini belum ada angka pasti mengenai penurunan konsentrasi gas polutan dan partikel debu. Namun, berdasarkan statistik jika dibandingkan dengan hari biasa, terlihat jelas bahwa terdapat penurunan konsentrasi sepanjang Hari Raya Nyepi.
Pada tahun ini, Puslitbang BMKG yang bekerjasama dengan Balai Wilayah III BMKG, UPT Provinsi Bali, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jabar, DLH Kota Denpasar dan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara (P3E) KLHK, memilih 3 lokasi untuk diobservasi selama 6 hari (sebelum hingga sesudah Nyepi). Yakni, Kota Denpasar, Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Karangasem.
Berdasarkan data BMKG tentang kondisi kualitas udara di Denpasar selama 6 hari, terlihat bahwa Nyepi menjadi waktu penurunan konsentrasi yang cukup signifikan. Ga polutan karbon moniksida rendah pada waktu pagi hari saat Nyepi.
Sedangkan pada hari normal mencapai puncaknya pada siang hari. Dipaparkan pula, data mengenai partikel udara PM 2.5 yang menunjukkan bahwa konsentrasi menurun pada siang hari saat Nyepi di Denpasar.
BMKG juga menjelaskan mengenai perbandingan kondisi saat ini dengan Nyepi pada tahun 2017. Konsentrasi partikel debu total berkurang dibanding hari normal, dengan variasi tiap daerah yang berbeda tergantung pada aktivitas manusia.
Namun di tahun ini adanya pengurangan aktivitas lantaran pandemi COVID-19 menjadi alasan tambahan mengenai penurunan emisi.
PIC Pengamatan Nyepi, Danang Eko Nuryanto, mengungkapkan kondisi penurunan gas polutan sebagai contoh yang sudah berlangsung sebelum Nyepi 2022 dibanding tahun 2017, akibat pandemi maka sejumlah tempat wisata tak ramai seperti sebelumnya. “Kalau kita lihat indikasi ini terlihat ada perbedaan, kami nanti perlu membuat lebih lanjut lagi karena kalau dilihat untuk CO di Denpasar sangat tinggi sekali di hari normal (tahun 2017, red), sedangkan di hari normal tahun ini tidak terlalu jauh dengan saat Nyepi. Artinya kondisi pandemi ini bisa menurunkan CO cukup signifikan dibanding saat sebelum pandemi,” paparnya.
Sementara itu, Kepala BMKG Wilayah III Denpasar, Cahyo Nugroho mengatakan bahwa dari analisis isobar terdapat pola tekanan rendah di sekitar Barat Laut Australia pada 3 – 4 Maret 2022. Dari analisa, angin menunjukkan terdapat daerah pertemuan angin di sekitar Jawa Timur, Bali – NTB, dan daerah belokan angina di sekitar Selat Karimata dan perairan Riau.
Dari interpretasi citra radar cuaca 24 jam terakhir menunjukkan kondisi cuaca umumnya cerah berawan pada sore hari. Sehingga, terjadi hujan ringan hingga sedang secara tidak merata di sebagian besar wilayah Bali pada pagi, siang, dan malam hari.
Dari interpretasi Citra satelit Himawari, jenis awan dominan adalah awan tebal dan Cumulonimbus dengan suhu puncak awan teramati berkisar antara +8°C hingga -75°C. Cuaca khusus terdapat TC Vernon di Samudra Hindia Barat Daya Indonesia. “Kondisi cuaca wilayah Bali umumnya (saat Nyepi 3 Maret hingga 4 Maret pagi pukul 06.00 WITA) cerah berawan pada sore hari. Terjadi hujan ringan hingga sedang secara tidak merata di sebagian besar wilayah Bali pada pagi, siang, dan malam hari,” ungkap Cahyo Nugroho.
Ia menambahkan, untuk kadar CO di Denpasar hari-hari sebelum dan sesudah Nyepi menunjukkan konsentrasinya tinggi. Dan saat Nyepi, kadar CO-nya cukup rendah jika dibandingkan dengan hari-hari sebelum Nyepi atau hari biasa.
Hal ini menunjukkan cukup signifikan penurunan konsentrasi CO-nya. “Kualitas udara pada saat hari raya Nyepi pada tahun 2022 ini mudah-mudahan dapat memberikan kontribusi pada saat kegiatan G20. Maksudnya adalah hasil pengamatan pada saat Nyepi untuk kualitas udara di Provinsi Bali ini tentunya akan menjadikan informasi yang valid, karena ini bukan merupakan asumsi tetapi berdasarkan hasil data yang dilaksanakan Puslitbang di lapangan,” jelas Cahyo.
Hasil data di lapangan bahwa kondisi kualitas udara di Bali jika tanpa aktivitas secara signifikan akan jauh di bawah kondisi kualitas udara Bali pada saat normal umumnya. Tentunya hal ini akan memberikan kontribusi nyata bahwa perubahan iklim benar-benar nyata telah terjadi di Provinsi Bali.
“Walaupun kita tahu bahwa Bali merupakan daerah tujuan destinasi wisata internasional. Harapannya penggunaan emisi gas rumah kaca juga bisa dikendalikan. Sebab, jika peningkatan emisi gas rumah kaca di Provinsi Bali cukup signifikan tentunya akan merugikan kita semua,” ujarnya. (Winatha/balipost)
sangat layak kearifan lokal ini diangkat dan diagendakan unt pembahasan dalam pertemuan G20