DENPASAR, BALIPOST.com – Endemi COVID-19 merupakan kata yang akrab di telinga warga belakangan ini. Bahkan ada yang menyatakan bahwa Indonesia sudah menjalani masa transisi dari pandemi ke endemi.
Masyarakat awam bahkan menginginkan agar Indonesia segera mengumumkan status endemi seiring melandainya kasus COVID-19 harian dan keterisian di RS, serta angka kematian akibat penyakit ini. Agar tak menimbulkan debat yang tidak disertai pengetahuan yang jelas, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito memaparkan terkait istilah endemi yang belakangan akrab di tengah-tengah masyarakat.
Dikutip dari keterangan tertulisnya, Rabu (9/3), Wiku menjelaskan bahwa istilah endemi digunakan menggambarkan keberadaan sebuah penyakit yang cenderung terkendali karena jumlah kasus yang rendah secara konsisten, dengan luas daerah terdampak dan durasi yang beragam di tiap daerah.
“Penetapan status endemi merupakan otoritas badan kesehatan dunia (WHO) karena untuk merubah pandemi yang berdampak pada banyak negara diperlukan perbaikan kondisi kasus secara global,” kata Wiku.
Pada saat berada dalam kondisi endemi, dapat diindikasikan dari jumlah kasus dan kematian yang rendah bahkan 0 dalam jangka waktu tertentu. Dan kondisi ini hanya dapat tercapai jika masyarakat secara kolektif menjalankan pengendalian COVID-19 dengan optimal.
“Kedepannya semoga masyarakat dunia semakin baik beradaptasi hidup berdampingan dengan COVID-19,” jelasnya.
Disebutkannya, Indonesia telah genap 2 tahun hidup berdampingan dengan rtama kali diumumkan Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020 lalu. Seiring itu pula, Indonesia telah belajar dari penanganan kasus pandemi sebelumnya, hingga yang pernah dialami dunia.
Masyarakat pun diharapkan mampu belajar dan terus berusaha meningkatkan ketahanan bangsa dalam menghadapi kedaruratan di masa yang akan datang. Kondisi COVID-19 saat ini dan di masa yang akan datang dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah terkait vaksinasi maupun protokol kesehatan, riwayat infeksi alami pada masyarakat, dan karakteristik virus.
“Saat ini setiap individu masyarakat memiliki tanggung jawab lebih besar dalam menjaga kedisiplinan protokol kesehatan diri masing-masing,” katanya.
Pada prinsipnya, cara terbaik dengan menekan jumlah populasi rentan dan mengendalikan potensi penularan di masyarakat. Di sisi lain, Indonesia harus melanjutkan upaya pemulihan sektor lainnya seperti pendidikan, ekonomi, pariwisata dan lain-lain.
Merujuk temuan dari World Bank di 2021, guncangan pada sektor ekonomi di berbagai negara dikontribusikan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat maupun perilaku masyarakat. “Keduanya mampu berdampak pada penurunan intensitas perilaku ekonomi baik karena adanya pembatasan ruang gerak maupun karena penurunan produktivitas akibat munculnya kasus maupun kematian baru,” lanjutnya.
Dengan adanya penyesuaian kebijakan pemerintah terkini, dengan adanya beberapa pelonggaran yang diberlakukan pada persyaratan aspek mobilitas, sudah seharusnya penerapan pencegahan pada komunitas harus semakin kuat. Apabila berkaca pada kondisi saat ini, sangat diperlukan komitmen dan kesadaran yang besar bagi tiap daerah maupun masing-masing individu.
Agar mandiri dan inisiatif berkontribusi dalam mengendalikan kasus, dengan cara menjalankan protokol kesehatan ketat dengan sebaik mungkin dan mempercepat pemenuhan vaksin dosis lengkap, serta booster. “Jika kepatuhan individual dan segmentatif tiap daerah semakin optimal diterapkan secara kolektif, maka penurunan kasus COVID-19 akan terus membaik dan signifikan,” pungkas Wiku. (kmb/balipost)