Salah satu karangan bunga dikirim ke Krematorium Pundukdawa saat kremasi Prof. Widnya, Senin (14/3). (BP/gik)

SEMARAPURA, BALIPOST.com – Setelah berpulang pada pekan lalu, Dirjen Bimas Hindu periode tahun 2014-2020 Prof. Drs. I Ketut Widnya M.A., M.Phil., Ph.D., dikremasi di Krematorium Pundukdawa, Kecamatan Dawan, Klungkung, Senin (14/3). Proses kremasi Guru Besar UHN IGB Sugriwa Denpasar itu, diiringi keluar besarnya dan para kerabatnya.

Dunia pendidikan di Bali, begitu kehilangan sosok Prof. Widnya, yang dikenal sebagai akademisi yang memiliki dedikasi tinggi pada pendidikan. Anak pertama dari Prof Widnya, Putu Govinda Prasada, saat ditemui di lokasi kremasi, nampak sudah mengikhlaskan berpulangnya sang ayah nyujur sunia loka.

Ia menyampaikan proses kremasi kali ini pada tahap makingsan di gni. Dilanjutkan dengan nganyud ke Segara Goa Lawah.

Setelah makingsan di gni, rencananya prosesi pengabenan akan dilangsungkan di Desa Serangan pada agenda ngaben massal di Agustus 2022. Mengenai jadwal persisnya, sedang dibicarakan lebih lanjut dengan prajuru setempat.

Baca juga:  Tahun Baru di Rumah Aja? Kamu Bisa Tonton Lima Drakor Ini Agar Tak "Gabut"

“Dikremasi di Pundukdawa, sudah menjadi permintaan bapak. Selain itu, juga dari keluarga besar. Rencananya, nanti ngabennya bersamaan dengan saudaranya bapak yang belum diaben di Serangan,” kata Govinda.

Sebagai anak sulung dari tokoh besar Pendidikan Bali dan Agama Hindu, ada banyak hal yang membuat Govinda dan dua saudara kandungnya terkenang. Terutama, dedikasinya terhadap dunia akademis sangat total.

Dikatakannya, sang ayah jarang mewakilkan dalam menjalankan tugasnya saat di Bali maupun saat keluar daerah ketika masih sebagai Dirjen Bimas Hindu maupun Guru Besar UHN Sugriwa Denpasar. Meskipun saat itu almarhum dalam keadaan sakit sekalipun. “Sudah dalam keadaan sakit pun, bapak masih berusaha untuk ngajar. Saya sering mendampinginya, untuk mencarikan bahan ajarnya,” kenang Mahasiswa Pascasarjana UHN Sugriwa Denpasar Prodi Ilmu Komunikasi Hindu ini.

Baca juga:  Pasien Sembuh dari COVID-19, Ini yang Harus Diperhatikan

Dalam perjalanan terakhir sebelum makingsan di gni, seluruh keluarga besar Prof. Widnya nampak hadir di lokasi memberikan doa. Demikian juga dari keluarga sang istri dari Ubud, Gianyar, Ni Made Suci, keluarga besar UHN IGB Sugriwa Denpasar, di antaranya Prof. Yoga Segara dan seluruh kerabat lainnya dari almarhum.

Prof. Widnya berpulang pada usia 59 tahun, meninggalkan tiga anak, Putu Govinda Prasada, Prada Rani Prasada, Nyoman Krisna Carana Prasada. Prof. Widnya lahir di Serangan Badung, 10 Juni 1962 dan diangkat menjadi Pegawai pada Ditjen Bimas Hindu-Budha pada 1 Maret 1989.

Baca juga:  Konservasi Lontar, Banyak Lontar yang Lepas dan rusak

Kemudian pada 1 Juli 1993 menjadi Pembimbing Masyarakat Hindu pada Kanwil Departemen Agama Provinsi Kalimantan Barat. Selanjutnya melanjutkan sekolah S2 dan S3 di University Of Delhi dan menjadi Guru Besar di 2009.

Terhitung pada 2 Oktober 2009, Widnya diangkat menjadi Ketua STAHN Gde Pudja Mataram dan kemudian menjadi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian Agama RI dari tahun 2014-2020.

Prof. Widnya berpulang pada Rabu (9/3) sekitar pukul 08.45 WITA di Rumah Sakit (RS) Sanjiwani, Gianyar. Dia sudah cukup lama mengidap penyakit diabetes.

Setelah 20 tahunan bertahan dari diabetes, Prof. Widnya mengalami penurunan fungsi ginjal. Komplikasi penyakit dalam ini, membuat Prof. Widnya tak bisa bertahan lebih lama. Dia hanya berpesan pada anak-anaknya agar menjaga sang ibu dengan baik. (Bagiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *