Penanganan TBC
Ilustrasi. (BP/Istimewa)

JAKARTA, BALIPOST.com – Jumlah kasus penderita tuberkulosis (TBC) di Indonesia menempati peringkat ketiga di dunia. Posisi Indonesia setelah India dan Cina.

Dikutip dari rilis Kementerian Kesehatan, jumlah kasus TBC mencapai 824 ribu dan kematian 93 ribu per tahun atau setara dengan 11 kematian per jam. Untuk menemukan dan mengobati kasus tersebut, dikatakan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes RI, Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes, pihaknya akan melakukan skrining besar-besaran.

Ia mengatakan dari estimasi 824 ribu pasien TBC di Indonesia, baru 84 persen yang ditemukan dan diobati. Sehingga terdapat sebanyak 500 ribuan orang yang belum diobati dan berisiko menjadi sumber penularan.

Baca juga:  Suplai Tersendat, Vaksinasi di Indonesia Melambat

”Untuk itu upaya penemuan kasus sedini mungkin, pengobatan secara tuntas sampai sembuh merupakan salah satu upaya yang terpenting dalam memutuskan penularan TBC di masyarakat,” katanya Selasa (22/3).

Didik melanjutkan pihaknya akan menskrining TBC terhadap 500 ribu kasus yang belum ditemukan. Skrining dilakukan dengan peralatan X-Ray Artificial Intelligence untuk memberikan hasil diagnosis TBC yang lebih cepat dan lebih efisien.

”Kami merencanakan skrining besar-besaran yang transformasional dengan memanfaatkan peralatan X-Ray Artificial Intelligence untuk memberikan hasil diagnosis TBC yang lebih cepat dan lebih efisien, termasuk bi-directional testing bagi penderita diabetes agar mereka mendapatkan pengobatan TBC sedini mungkin,” ucapnya.

Saat ini tengah diupayakan melakukan pengadaan alat-alat yang dibutuhkan. Direncanakan skrining besar-besaran itu akan dilakukan tahun ini.

Baca juga:  Di Masa Pandemi, AgenBRILink Justru Dijadikan Pilihan Bertransaksi

”Pelaksanaannya diutamakan tahun ini karena proses masih tetap berjalan. Dengan ditemukannya 500 ribu kasus ini nantinya akan mempercepat kita eliminasi TBC di tahun 2030,” kata Didik.

Sebanyak 91% kasus TBC di Indonesia adalah TBC paru yang berpotensi menularkan kepada orang yang sehat di sekitarnya. Saat ini, penemuan kasus dan pengobatan TBC yang tinggi telah dilakukan di beberapa daerah di antaranya Banten, Gorontalo, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Barat.

Sementara daerah dengan kasus TBC paling banyak terkonsentrasi di Pulau Jawa seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Baca juga:  Ini, Hasil Pemantauan COVID-19 Warga Karangasem Pulang Umroh

”Sebenarnya TBC itu biasanya ada di daerah yang padat, daerah kumuh, dan daerah yang PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) nya kurang, di situ potensi penularan TBC nya tinggi,” ucap Didik.

Perlu diketahui, gejala-gejala awal muncul TBC pada seseorang dapat berupa batuk karena menyerang saluran pernapasan dan juga organ pernapasan. “Batuk berdahak terus-menerus selama 2 sampai 3 minggu atau lebih, kemudian sesak napas, nyeri pada dada, badan lemas dan rasa kurang enak badan, nafsu makan menurun, berat badan menurun, dan biasanya yang muncul adalah berkeringat pada waktu malam hari meskipun tidak melakukan kegiatan apapun,” jelasnya. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *