MANGUPURA, BALIPOST.com – Perseteruan antara Desa Adat Ungasan dan Pemerintah Kabupaten Badung terkait adanya dugaan penyerobotan lahan di Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, berlanjut. Bupati Badung, Nyoman Giri Prasta bereaksi terhadap keinginan Bendesa Adat Ungasan, Disel Astawa, untuk memusyawarahkan dugaan penyerobotan itu.
Giri Prasta, Senin (28/3), mengajak pihak terkait menyelesaikan masalah di pengadilan. Hal itu diungkapkan Bupati Giri Prasta usai rapat paripurna DPRD Badung.
Politisi asal Desa Pelaga, Petang ini mengakui sejatinya dugaan pelanggaran tata ruang telah terjadi jauh sebelum dirinya menjabat sebagai Bupati Badung. Awalnya terdapat dua usaha, kemudian berkembang menjadi tujuh.
Karena itu, Bupati Giri Prasta menolak berkompromi dan memilih melanjutkan kasus tersebut. “Saya kira tidak (kompromi -red). Di Polresta Denpasar kita sudah dipantau Ombudsman, ada Irwasda, ada juga Bareskrim Polri, ada juga KPK. Sekali lagi negara tidak boleh kalah dalam urusan ini, yuk nanti kita bicara di pengadilan,” ujarnya.
Menurutnya, pihaknya selaku pemerintah mendukung sepenuhnya kehadiran investor. Namun, Indonesia adalah negara hukum, sehingga urusan dan kewenangan Desa Adat harus dibedakan. “Saya sebagai bupati, saya pasti mendukung sepenuhnya investor yang mau investasi di Kabupaten Badung. Tetapi yang pertama jangan melanggar dong, dan kedua jangan sampai memarginalkan masyarakat setempat,” tegasnya.
Politisi PDI Perjuangan ini menyatakan dalam kasus Ungasan dirinya melihat adanya kesalahan. Pertama, tanah tersebut adalah tanah negara, sehingga tidak ada kewenangan desa memberikan kewenangan kepada investor.
“Kita negara hukum, apalagi bicara soal hukum adat. Hukum adat itu tidak bisa mengalahkan hukum di atasnya. Saya melihat sudah diaktekan ini sampai 28 miliar lebih. Itu kan di atas meja, kita kan tidak tahu di bawah meja,” terangnya.
Ia mengakui sempat diminta untuk memberikan rekomendasi terkait investasi tersebut. “Saya tidak mau. Karena sudah melakukan kesalahan duluan, baru saya disuruh membuat regulasi, ndak mau dong saya,” tegasnya lagi.
Sebelumnya, prajuru dan tokoh masyarakat Desa Adat Ungasan, menggelar paruman di Gedung Serba Guna, Desa Adat Ungasan. Menurut Bendesa Adat Ungasan, Wayan Disel Astawa, rapat tersebut digelar untuk mencari solusi terbaik atas permasalahan tersebut, dengan harapan dapat diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat.
Sebab, penataan yang dilakukan di Pantai Melasti, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga kelestarian adat, seni, budaya dan agama. Hasilnya, selain untuk menyokong permodalan LPD yang nyaris bangkrut juga untuk menopang kegiatan adat dan budaya di desa adat, sehingga meringankan beban krama di tengah pandemi COVID-19.
Selain itu, penataan tersebut dilakukan dalam upaya memulihkan perekonomian Desa Adat Ungasan yang terdampak pandemi. Dia berharap jika ada kekurangan dalam pengelolaan kawasan DTW Pantai Melasti, itu bisa diselesaikan dengan cara komunikasi. Karena itu, pihaknya berharap agar bisa dibukakan ruang melakukan audiensi dengan Bupati Badung, yang selama ini telah diupayakan pihaknya. (Parwata/balipost)