Prof. Ramantha. (BP/dok)

Oleh I Wayan Ramantha

Salah satu misi dalam visi pembangunan Nangun Sat Kerthi Loka Bali adalah membangun SDM Bali Unggul, yaitu mengembangkan Sumber Daya Manusia yang berdaya saing tinggi; berkualitas, berintegritas, professional dan bermoral, serta memiliki jati diri yang kokoh yang dikembangkan berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal krama Bali. Misi ini perlu dijabarkan lebih rinci mulai dari kriteria, perilaku, dampak, hingga cara mencapai keunggulan di segala bidang profesi yang digeluti oleh masyarakat.

Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Provinsi Bali mencatat rasio kewirausahaan pada masyarakat Bali pada tahun 2020 sebesar 8,38 persen, atau berada di atas rata-rata nasional yang hanya 5 persen.  Dilihat dari sisi pertumbuhannya, jumlah UMKM di Bali rata-rata dalam lima tahun terakhir meningkat 4 persen per tahun hingga akhir tahun 2020 berjumlah 326.009 UMKM yang tersebar di sembilan kabupaten/kota. Jumlah UMKM terbanyak ada di Gianyar (75.412 UMKM), disusul Bangli (44.068 UMKM) dan Tabanan (41.459 UMKM)

Baca juga:  MBKM: Postmodernisme Kampus

Guna memajukan perekonomian suatu negara atau daerah, meningkatkan kuantitas dan kualitas wirausahawan menjadi variabel penting. Upaya-upaya meningkatkan kualitas wirausahawan berdasarkan teori manajemen global, telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Bulton dan Lane (2012) menyebut indikator yang harus diperhatikan untuk meningkatkan kualitas wirausahawan adalah kesediaan untuk mengambil risiko, inovatif, kreatif, berintegritas dan komunikatif, serta percaya diri. Semua indikator ini secara tradisional sebetulnya dari dulu melekat pada SDM Bali. Bahkan wirausahawan Bali memiliki indikator yang lebih banyak.

Indikator kesediaan untuk mengambil risiko, dalam bahasa Bali disebut Lagas. Sifat lagas tidak hanya berarti berani menghadapi risiko, tetapi juga bermakna menyukai tantangan, dapat mengambil keputusan secara cepat, tepat, dan logis. Inovatif dan kreatif dalam bahasa Bali disebut Wikan. Disamping berarti kreatif dan inovatif, kompetensi wikan juga mengandung makna berwawasan luas, berfikir logis dan sistimatis, kesediaan belajar sepanjang hayat dan berorientasi ke depan (waskita).

Baca juga:  Gurita Korupsi Kepala Daerah

Sifat komunikatif dan setia dalam bahasa Bali disebut Satya. Sifat satya memiliki banyak dimensi, seperti Satya Wacana berarti tidak berdusta, Satya Laksana berarti menjunjung tinggi kebenaran, Satya Mitra berarti setia kepada sahabat, Satya Semaya berarti seti pada janji dan selalu menjaga hubungan baik dengan sesama dan pemerintah. Sementara sifat percaya diri dalam bahasa Bali disebut Jengah. Sifat jengah berarti pekerja keras, penuh semangat dan pantang menyerah dalam mencapai tujuan, suka belajar dan transformatif.

Kelebihan indikator lain yang dimiliki oleh wirausahawan Bali adalah fokus dan penuh tanggung jawab (Seleg lan Pesaja), serta bekerja tanpa terikat pada hasilnya (lascarya). Sifat seleg bermakna fokus dan tekun dalam menyelesaikan pekerjaan. Sementara pesaja berarti berpikir, berbicara dan berbuat yang benar. Dan, lascarya bermakna tulus ikhlas, mengutamakan kewajiban daripada hak dan mau melakukan sesuatu yang lebih dari biasanya.

Baca juga:  PMP, Jangan "Diajarkan" Tetapi Diinternalisasikan

Sifat lascarya yang dari dulu melekat pada manusia Bali, kini banyak diterapkan oleh pemikir manajemen modern yang mereka formulasikan dalam teori Stakeholder. Teori ini kemudian memberikan arah orientasi wirausahawan global yang disebut Triple Bottom Line, dengan perhatian di samping mencari laba (Profit), mereka juga melakukan aksi kemanusiaan (People) dan bina lingkungan (Planet).

Penulis, Guru Besar FEB Unud dan Dosen Luas Biasa Universitas Hindu Negeri IGB Sugriwa serta UNHI Denpasar

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *