Kasipenkum dan Humas Kejati Bali, Luga. A Harlianto. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kejati Bali melalui Kasipenkum, A. Luga Harlianto, Rabu (13/4) membeber peran empat tersangka kasus dugaan korupsi kredit modal kerja (KMK) di salah satu cabang bank yang berpusat di Bali. Kata Luga, keempat orang yang ditetapkan sebagai tersangka berinisial IMK, DPS, SW dan IKB.

Dijelaskan, pada 11 April 2022, telah ditetapkan IMK, DPS, SW dan IKB sebagai tersangka. “IMK dan DPS merupakan pejabat di Kantor Cabang Bank yang saat ini keduanya sudah purna tugas. Sedangkan SW dan IKB merupakan pihak swasta yang memiliki hubungan suami istri,” tegas Luga.

Ia menjelaskan surat penetapan tersangka sudah diterima keempat tersebut. Dipaparkannya, pada 2016 dan 2017, SW mengajukan KMK usaha dan konstruksi pengadaan barang dan jasa ke bank yang berpusat di Bali itu. Pengajuan kredit oleh SW diajukan melalui CV. SU, CV. DBD dan CV. BJL dengan jumlah kredit yang diajukan sebesar Rp5.000.000.000.

Baca juga:  BPD Bali akan "Support" Petani Bali

Sebagai agunan dalam permohonan KMK itu adalah kegiatan pengadaan barang dan jasa di institusi pendidikan swasta di Provinsi Bali. Penyidik menemukan hal itu hanya modus saja karena kegiatan pengadaan barang dan jasa tersebut senyatanya tidak ada atau tidak dilaksanakan institusi pendidikan tersebut (fiktif).

Selanjutnya IMK diduga telah mengetahui bahwa kegiatan yang menjadi dasar pengajuan kredit tersebut adalah fiktif. Namun, memberikan persetujuan atas permohonan kredit atas nama CV. SU, CV. DBD dan CV. BJL.

IMK tidak melakukan analisa atas pemberian KMK tersebut. Pada 2017, DPS memberikan persetujuan untuk pencairan KMK usaha dan konstruksi pengadaan barang dan jasa tersebut, namun persetujuan tersebut untuk mencairkan kredit ke rekening giro CV. SU, CV. DBD dan CV. BJL. Padahal seharusnya KMK usaha dan konstruksi pengadaan barang dan jasa dicairkan ke rekening yang tercantum dalam Surat Perintah Kerja (SPK).

Baca juga:  Dari I Gusti Made Oka akan Diaben 21 Februari hingga Shortcut Singaraja-Mengwitani

Setelah diterima dalam rekening giro CV. SU, CV. DBD dan CV. BJL, SW memerintahkan pegawainya untuk melakukan transfer bank ke rekening PT. DKP. IKB merupakan Direktur PT. DKP tersebut. “Penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 13 orang saksi, memperoleh surat dan petunjuk serta memperoleh dan melakukan penyitaan bukti-bukti berupa dokumen terkait kredit fiktif tersebut sehingga ditemukan peran dari keempat orang ini yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka,” tandas Luga.

Akibat peristiwa itu, bank yang sahamnya dimiliki pemerintah daerah itu mengalami kerugian kurang lebih Rp 5 miliar. Dalam kasus ini, para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, Pasal 9 UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. (Miasa/balipost)

Baca juga:  Minta Kejelasan Kasus SDN 1 Banjarangkan, Warga Datangi Kejati Bali
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *