Ika Desi Budiarti. (BP/Istimewa)

Oleh Ika Desi Budiarti

Bersaing dan berebut peluang di era digital saat ini memerlukan kecakapan dan inovasi. Dewasa ini sudah banyak perempuan-perempuan yang mengambil posisi strategis dalam berbagai bidang. Presiden, menteri, direktur, pendidik, motivator, bukanlah hal yang baru lagi jika ditempati oleh perempuan.

Demikian dahsyatnya Kartini membuka jalan dan peluang bagi perempuan, khususnya perempuan
Indonesia. Perempuan kini memiliki andil dalam menggerakkan roda ekonomi, pendidikan, politik, sosial, budaya, hingga kemajuan suatu negara.

Kesempatan perempuan dalam berkembang dan mengoptimalkan potensinya dewasa ini sangat terbuka luas. Komunitas-komunitas perempuan yang diawali dari keresahan dan kebutuhan yang sama pun
banyak bermunculan untuk saling menguatkan sesama perempuan. Kesetaraan bagi perempuan saat ini bukanlah dimaknai meminta untuk didahulukan, dibedakan, atau diutamakan, tetapi diberi kesempatan
yang sama dan dihargai dengan standar yang sama.

Baca juga:  Fenomena Perubahan Sektor Logistik Maritim di Era Revolusi Industri 4.0

Walaupun tidak bisa dipungkiri, di beberapa wilayah ataupun secara individual di lingkup keluarga dan masyarakat tetap masih ada yang tidak bersedia untuk melihat perempuan yang lebih unggul, yang
masih berpandangan untuk apa belajar tinggi-tinggi jika hanya akan mengurus rumah, atau yang takut melihat perempuan dengan aktivitas keprofesionalannya, hingga dicemooh “Siapa yang bersedia tunduk padanya?”

Hal ini tidak jarang membuat seorang perempuan kehilangan motivasi dan kepercayaan dirinya atas kesempatan setara yang ada. Menjadi perempuan haruslah terdidik, karena dari perempuan yang terdidik akan terbentuk generasi penerus yang terdidik
pula dan akan mampu menentukan kesejahteraan generasi selanjutnya menjadi lebih baik dan bahagia.

Perempuan adalah sekolah pertama anaknya. Guru pertama yang akan mengajarkan nilai moral, nilai
agama, nilai sosial, dan nilai kehidupan lainnya kepada buah hatinya. Dengan memiliki pendidikan yang layak, tidak hanya dalam lingkup pendidikan formal, perempuan akan mampu mengikuti perkembangan zaman, yang dewasa ini menuntut perempuan untuk lebih mandiri dalam menjalani berbagai aktivitas kehidupan. Dan dengan menjadi terdidik, perempuan-perempuan Indonesia akan mampu menangkal hoax dan akan mampu mencegah perudun￾mgan yang mewabah dewasa ini.

Baca juga:  Tumpek Bubuh, "Gebuh" di Wacana

Ya, rekan sesama perempuanlah yang paling rentan
menjadi pelaku perudungan dan korban perudungan. Dibanding memberi semangat dan menjadi pendengar aktif, sesama perempuan jauh lebih mudah terlihat
mengomentari aktivitas atau kondisi yang perempuan lain alami menurut standarnya pribadi.

Tantangan menjadi seorang perempuan di era digital tidak mudah. Harus menjadi terdidik, masih berjuang keras melawan stigma negatif di masyarakat akan perempuan yang berpendidikan, mampu melihat
kesempatan, mau mengambil peluang untuk menjadi pribadi yang merdeka dan berdaya, serta bersedia saling menjaga sesama perempuan dengan tidak mudah melakukan perudungan, adalah tantangan
yang harus dilakoni Kartini-Kartini hebat kita sekarang ini.

Baca juga:  Perlu Langkah Taktis Jaga Kesinambungan Bisnis Penerbangan

Semangat berdaya dan memberdayakan, harus dipegang bersama. Bersikap optimis, miliki mental yang kuat, berpikiran terbuka, berbaik sangkalah pada setiap orang apalagi dengan sesama perempuan, tahan mulut dan jari untuk mengomentari kondisi
perempuan lain dari sudut pandang kita, dan dukunglah sesama perempuan untuk bangkit bersama. Jadilah perempuan yang berbahagia, yang mampu mengapresiasi diri sama halnya dengan mengapresiasi rekan lain untuk berdaya bersama.

Penulis, Guru Matematika SMAN 2 Abiansemal

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *