DENPASAR, BALIPOST.com – Kebijakan Gubernur Bali, Wayan Koster, dalam membangun tatanan Bali Era Baru sangat komprehensif dan menyemesta. Dimana, upaya peningkatan perekonomian rakyat telah dilakukan langkah terobosan yang genial sesuai keunggulan sumber daya lokal Bali. Seperti industri kerajinan rakyat berupa kain tenun endek Bali, dan juga produk destilasi arak Bali.
Apresiasi itu diungkapkan Rektor ISI Denpasar, Prof. Wayan “Kun” Adnyana. Menurut mantan Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali ini, pola kebijakan pemajuan perekonomian rakyat berbasis sumber daya lokal Bali dibangun Gubernur Koster secara hulu-hilir, dari regulasi, pemberdayaan ekosistem produksi, promosi, dan juga pemasaran.
Pada level regulasi, Peraturan Daerah Provinsi Bali dan Peraturan Gubernur Bali secara tematik, guna menguatkan perekonomian rakyat diterbitkan. Berikut Surat Edaran dan imbauan yang membangun kesadaran kolektif Cinta Produk Lokal Bali. Sementara pada tataran hilir, diterapkan tata kelola berbasis ekosistem yang padu, terhubung, dan sinergis.
“Harus diakui, bahwa belum pernah ada keberpihakan yang konkret dan menyeluruh seperti ini. Sehingga transformasi yang terjadi di masyarakat, memunculkan rasa bangga atas produk lokal, berikut mencipta iklim kreatif dan produksi yang semakin maju,” tegas “Kun” Adnyana.
Ketua Indonesia Food and Beverage Executive Association (IFBEC), Ketut Darmayasa mengatakan, perhatian terhadap minuman khas tradisional Bali oleh Gubernur Bali patut diacungi jempol. Tak banyak yang peduli terhadap kekayaan sumber daya Bali ini baik sumber daya manusia maupun sumber daya alamnya sehingga tercipta arak Bali dari tangan-tangan terampil perajin arak.
Arak sebagai warisan budaya khas Bali keberadaannya sepatutnya mendapatkan pemuliaan dan kualitas terbaik sesuai standar mutu sehingga memiliki daya saing. Arak Bali sebelum dilegitimasi oleh Gubernur Bali telah menjadi bagian kehidupan masyarakat Bali baik untuk kehidupan sosial maupun agama. Dalam kehidupan beragama, arak digunakan sebagai salah satu unsur upakara yaitu dari unsur air.
Dalam lontar Yadnya Prakerti dan Kusuma Dewa disebutkan, air atau cairan yang digunakan dalam banten atau upakara ada lima yaitu air yang berasal dari jasad atau sarira diwakili ‘empehan’ atau susu, air yang berasal dari buah-buahan diwakili berem, air yang berasal dari uap atau kukus diwakili arak, air yang berasal dari sari bunga diwakili madu, air yang berasal dari tanah atau bumi diwakili air hening (jernih). Kelima zat cair ini disebut Panca Amerta, sehingga dalam kehidupan beragama, arak menjadi kebutuhan.
Sementara dalam kehidupan sosial, arak digunakan sebagai media komunikasi untuk tamu agar suasana lebih hangat ketika komunikasi dilanjutkan. Tidak hanya itu, perkembangan zaman juga telah mampu menjadikan arak sebagai sumber ekonomi bagi masyarakat Bali.
Mengingat skala usaha perajin arak adalah skala rumah tangga sehingga manajemen bisnis arak dengan dukungan pemerintah khususnya Gubernur Bali Wayan Koster akan sangat mendorong tumbuhnya UMKM di daerah. Pemerataan ekonomi dapat terjadi. Masyarakat Bali yang berada di daerah utara atau timur dan sentra-sentra produksi arak juga dapat hidup di daerahnya masing-masing. (kmb/balipost)