BADUNG, BALIPOST.com – Perwakilan lembaga dan pemerintah dari berbagai negara yang hadir pada kegiatan pra-GPDRR 2022 di Bali diingatkan agar melibatkan kelompok masyarakat rentan sebagai aktor utama program pencegahan dan penanggulangan bencana.
Alasannya, kelompok masyarakat rentan perlu memiliki kemampuan mengantisipasi dan mengurangi dampak bencana yang mungkin terjadi di lingkungan tempat tinggalnya, kata Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana Mami Mizutori saat pembukaan Stakeholder Forum di BICC Nusa Dua, Badung, Bali, dikutip dari kantor berita Antara, Senin (23/5).
Stakeholder Forum merupakan salah satu rangkaian kegiatan persiapan (prepatory days) menjelang pembukaan Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) yang berlangsung selama 23 -24 Mei 2022 di Bali.
Dalam forum tersebut, para pemangku kepentingan lintas lembaga dan lintas negara berbagi pengalaman dan wawasan dalam menerapkan Sendai Framework.
Sendai Framework (SFDRR) atau Kerangka Kerja Sendai merupakan seperangkat acuan yang digunakan oleh 187 negara, termasuk Indonesia, dalam memperkuat kerja sama global penanggulangan dan pengurangan dampak bencana. Kerangka kerja itu berlaku sejak 2015 dan berakhir pada 2030.
Kegiatan Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) yang berlangsung pada 25–28 Mei 2022 di Bali diyakini menjadi salah satu wadah untuk menampung kritik dan masukan dari berbagai pihak menjelang evaluasi penerapan Sendai Framework pada 2023. “Kelompok masyarakat rentan harus diperlakukan bukan hanya sebagai komunitas yang harus dilindungi (oleh pihak lain, Red.), melainkan mereka harus dipersiapkan agar mampu memikirkan solusi dan menerapkan solusi itu, karena wawasan dan pengalaman mereka akan menjadi sumber daya yang dibutuhkan (dalam menerapkan) Sendai Framework,” kata Mizutori dalam sambutannya.
Dalam kesempatan yang sama, Mizutori juga menekankan pentingnya mengikutsertakan seluruh pihak dalam mengurangi dampak bencana. Ia menyebut pandemi Covid-19 merupakan contoh yang tepat bahwa bencana kesehatan itu berdampak pada semua pihak. “Kita semua berjuang menghadapi pandemi dan ini jadi masalah bersama, semua pihak terdampak, tetapi tidak semua mengalami dampak yang sama. Oleh karena itu, kita harus kembali mengacu pada Kerangka Kerja Sendai, yang di antaranya menekankan bahwa tidak boleh ada yang ditinggal (dalam kebijakan mengurangi risiko bencana, Red.), karena kita mengetahui faktanya masih ada orang yang tertinggal,” kata dia. (Kmb/Balipost)