Suasana upacara metatah masal di Banjar Petangan Gede, Desa Adat Pohgading. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Program desa adat di Bali cukup beragam. Sesuai dengan potensi yang dimiliki. Meski demikian, untuk kegiatan upacara keagamaan nyaris sama di setiap desa adat. Hanya, pola penggarapannya yang disesuaikan dengan desa adat setempat.

Seperti yang dilakukan di Desa Adat Pohgading, Ubung Kaja, Denpasar. Desa adat dengan 12 banjar adat ini telah memiliki beberapa program strategis dalam upaya pelestarian adat dan budaya Bali. Salah satunya, yakni kegiatan metatah massal yang telah rutin dilakukan. Bahkan, belum lama ini kembali digelar upacara metatah massal yang dirangkai dengan upacara ngenteg linggih di Pura Acintya Dharma Mandala Ratu Bagawan Penyarikan Banjar Petangan Gede.

Bendesa Adat Pohgading, I Gusti Agung Ngurah Ketut Suparta yang dihubungi, Selasa (14/6) mengungkapkan upacara metatah masal ini telah menjadi agenda rutin desa adat setempat. Namun, akibat pandemi Covid-19 program ini sempat tertunda dua tahun. “Ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan empat tahun sekali. Namun, waktu ini sempat tertunda akibat pandemi Covid-19,” ujarnya.

Baca juga:  Jadwal PKB, Selasa 25 Juni 2019

Pelaksanaan upacara metatah masal ini dilakukan bertepatan dengan rahina Purnama Minggu (15/5) lalu. Kegiatan metatah (potong gigi) massal ini dirangkai dengan upacara Ngenteg Linggih, Padudusan Alit Wraspatikalpa Agung, Lan Nyurud Ayu.

Kegiatan metatah massal ini dihadiri Wali Kota Denpasar IGN. Jaya Negara, Ketua DPRD Kota Denpasar, I Gst Ngurah Gede, dan Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bali, A.A. Ngurah Adhi Ardhana. Pada saat kegiatan, ratusan krama tampak memadati area Banjar Petangan Gede untuk mengikuti prosesi upacara metatah massal dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Dalam upacara tersebut melibatkan enam orang sangging yang bertugas mengasah gigi yang salah satunya Wali Kota Denpasar IGN. Jaya Negara ikut serta ngayah sebagai sangging. Peserta yang ikut metatah masal ini sebanyak 48 orang masing-masing 24 orang laki-laki dan 24 orang wanita.

Baca juga:  Umat Diminta Waspadai Curanmor saat Melasti

Jaya Negara mengatakan bahwa ritual potong gigi yang merupakan salah satu upacara manusa yadnya yang wajib dilakukan. “Dalam agama Hindu mepandes wajib dilakukan ketika anak menginjak usia remaja atau sudah dewasa. Upacara ini bertujuan untuk mengendalikan enam sifat buruk manusia yang menurut agama Hindu dikenal dengan istilah Sad Ripu (enam musuh dalam diri manusia),” ujarnya.

Lebih lanjut dikatakannya, selain merupakan sebuah kewajiban yang dilaksanakan dalam kehidupan, metatah merupakan upacara untuk menetralisir sifat buruk dalam diri manusia yang disebut dengan Sad Ripu yang meliputi Kama (sifat penuh nafsu indriya), Lobha (sifat loba dan serakah), Krodha (sifat kejam dan pemarah), Mada (sifat mabuk atau kemabukan), Matsarya (sifat dengki dan irihati), dan Moha (sifat kebingungan atau susah menentukan sesuatu).

Baca juga:  Bali’s Economy Relies on Migrant Residents

“Walaupun dalam kondisi pandemi Covid-19 kita harus tetap beryadnya, sehingga tercipta hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, begitupun manusia dengan alam lingkungan harus tetap dijaga sebagaimana mestinya tetapi dengan catatan untuk selalu mematuhi protokol kesehatan agar kita semua terhindar dari bahaya virus Covid-19,” imbuhnya.

Sementara Manggala Karya, I Made Suastana mengatakan, rentetan Upacara Ngenteg Linggih Padudusan Alit Wraspatikalpa Agung lan Nyurud Ayu ring Pura Acintya Dharma Mandala Ratu Bagawan Penyarikan Banjar Petangan Gede, Desa Adat Pohgading Desa Ubung Kaja ini sudah dimulai sejak tanggal 30 April 2022 dan berakhir pada 17 Mei. (Asmara Putera/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *