Oleh Dwi Yustiani, SST.
Seperti yang tertuang dalam buku Rebuilding Tourism Competitiveness (World Bank, 2020), sektor pariwisata merupakan salah satu sektor pertama yang terdampak Covid-19, yang pada keadaan tahun 2020 tengah memasuki masa mati suri mencakup seluruh rantai usahanya. Apa saja yang mencakup hal tersebut yakni, transportasi, hotel dan restoran, bahkan yang berkaitan dengan atraksi pariwisata pun turut terdampak. Namun, pascadibukanya kembali pintu pariwisata khususnya wisatawan mancanegara (wisman), maka angin segar berhembus cukup kencang, ke arah perbaikan sektor pariwisata Bali.
Dampak pandemi Covid-19 memang luar biasa. Pasalnya jika dibandingkan dengan beberapa shock yang pernah dihadapi Bali, seperti kejadian Bom Bali, Erupsi Gunung Agung, dampak pandemi memang di luar nalar. Terjadinya tragedi Bom Bali di tahun 2002, menyebabkan penurunan kedatangan wisman ke Bali hanya sedalam 22,76 persen di tahun 2003, sementara porsi wisman ke Bali masih berada di angka 22,23 persen dari total wisman nasional. Namun, melihat kondisi yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19, penurunan kedatangan wisman ke Bali di tahun 2021 tercatat hampir 100 persen. Porsi kedatangan wisman ke Bali hanya 0,003 persen dari total wisman nasional. Wisman yang biasanya datang ke bali berada di angka enam juta wisman per tahun, terjun bebas dan hanya menyisakan 51 wisman yang datang ke Bali di tahun 2021.
Meski di tengah keterpurukan, Bali memang menempati setiap hati para turis. Pasalnya, pada tahun 2021 Bali telah terpilih menjadi destinasi terpopuler dunia mengalahkan destinasi lainnya seperti Dubai, Roma, Paris, dan pemenang destinasi popular dunia tahun 2020 yaitu London berdasarkan Trip Advisor Travelers’ Choice Awards 2021 pun terkalahkan oleh Bali. Menurut, MSP, Putra dan Astawa (2021), saat itu, memang yang menjadi pengungkit Pariwisata Bali adalah wisatawan Nusantara.
Keberadaan wisatawan Nusantara di tengah pandemi tidak bisa kita pandang sebelah mata. Data BPS menyebutkan bahwa Bali menjadi menjadi provinsi dengan kenaikan tingkat okupansi hotel tertinggi se-Indonesia yang mencapai 10 poin (dari 20,67 persen di bulan November 2021 menjadi 30,67 persen di bulan Desember 2021). Pada saat itu tengah diberlakukan kelonggaran kebijakan PPKM. Wisatawan Nusantara menjadi satu-satunya tenaga pengungkit di tengah keterpurukan pariwisata Bali kala itu.
Kondisi lain yang juga mencirikan ekonomi pariwisata Bali cukup bergantung pada wisatawan domestik yaitu selama bulan puasa, tingkat penghunian kamar hotel di Bali mengalami penurunan, meski di tengah kedatangan wisman yang mulai kembali pulih. Pembatasan aktivitas domestik pada saat bulan puasa memberikan dampak kepada industri pariwisata khususnya hotel berbintang. Berbeda halnya dengan wisatawan mancanegara, adanya kecenderungan perubahan preferensi yang dulunya memanfaatkan akomodasi berbintang sebagai tempat “mondok”, namun seiring waktu dan penawaran akomodasi di luar itu menjadi pilihan yang tepat seperti vila dan lainnya.
Indikator sangat kasat mata akan pulihnya kondisi pariwisata Bali, salah satunya dapat dilihat dari berkurangnya pasar mobil tumpah yang ada di seputaran jalan, khususnya di bundaran Renon, serta menjamurnya bisnis kuliner saat itu sebagai salah satu dampak dirumahkannya pekerja pariwisata. Menurut catatan BPS, terjadi penurunan sedalam 27,85 persen terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja pada lapangan usaha penyedia akomodasi dan makan minum di tahun 2020.
Kemacetan yang mulai terjadi di mana-mana juga menjadi salah satu indikator kasat mata dari pulihnya pariwisata Bali. Banyak juga netizen yang berpendapat akan euforia kemacetan sebagai tanda pulihnya pariwisata.
Di tengah keterpurukan pariwisata global saat masa pandemi Covid-19, terdapat satu pilar ekonomi yang akan memegang keteguhan perekonomian Indonesia di masa mendatang, yakni ekonomi kreatif. Istilah ekonomi kreatif pertama kali dikumandangkan oleh tokoh yang bernama John Howkins dalam bukunya yang berjudul “Creative Economy, How People Make Money from Idea”.
Hal yang sama juga diutarakan oleh Robert Lucas yang menyebutkan bahwa power atau kekuatan yang akan menggerakkan pertumbuhan serta pembangunan ekonomi dapat dilihat dari tingkat produktivitas masyarakat yang memiliki kreatifitas di dalam dirinya. Pada tahun 2016, ekonomi kreatif Indonesia telah menyumbang Rp922,59 triliun PDB, dengan kontribusinya sebesar 7,44 persen. Di masa pandemi, diduga terjadi kebangkitan sektor ekonomi kreatif sebagai salah satu alternatif membangkitkan ekonomi Bali.
Bagaimana dengan kondisi industri pariwisata dan ekonomi kreatif di tahun 2020? Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik di tahun 2021, ditemukan bahwa 43,6 persen usaha Industri pariwisata dan ekonomi kreatif bergerak di bidang kuliner, 18,68 persen bergerak di bidang kriya, dan 18,08 persen bergerak pada bidang fesyen.
Bagaimana dengan Bali? Bali menempati urutan ketujuh nasional, sebagai penyumbang jumlah usaha industri pariwisata dan ekonomi kreatif, yang mampu mengalahkan beberapa provinsi di Sumatera serta Indonesia Timur. Sumbangan jumlah usaha industri pariwisata dan ekonomi kreatif Bali mencapai 3,34 persen di tahun 2020. Sebanyak 33,71 persen dari seluruh usaha industri kreatif Bali tercatat mulai beroperasi pada tahun 2011-2018, dan 76,22 persen nya merupakan usaha yang tidak berbadan hukum.
Dalam perkembangannya, peningkatan daya saing industri pariwisata dan ekonomi kreatif Bali dirasa sangat perlu di tengah era disrupsi berbasis digital saat ini. Hasil survei Kemenparekraf menyebutkan bahwa 36,71 persen usaha industri pariwisata dan ekonomi kreatif Bali memanfaatkan media sosial/online dalam upaya melakukan promosi, masih lebih sedikit jika dibandingkan dengan wilayah DKI Jakarta yang separuh lebih dari seluruh Industri pariwisata dan ekonomi kreatifnya telah memanfaatkan media sosial/online dalam promosinya (52,13 persen). Untuk itu, pembinaan usaha secara berkelanjutan dalam pemanfaatan media sosial/online sebagai salah satu media promosi sangat diperlukan untuk menumbuhkan semangat para pelaku ekonomi kreatif.
Merujuk kepada perbaikan kondisi pariwisata Bali saat ini yang ditandai dengan telah dibukanya pintu masuk internasional yang berdampak pada peningkatan jumlah wisman yang datang ke Bali, serta dengan bangkitnya ekonomi kreatif Bali diyakini dapat memberikan kekuatan penopang ekonomi Bali selanjutnya. Ekonomi Bali yang sebelumnya sempat terpuruk paling dalam diyakini akan mampu bangkit kembali seiring dengan pengelolaan pariwisata dan perekonomian dengan baik dan berkelanjutan.
Tidak hanya berfokus pada wisatawan mancanegara, namun, potensi besar di balik wisatawan nusantara yang pada kenyataannya telah menjadi pengungkit ekonomi Bali di masa pandemi juga membutuhkan keselarasan dan pengelolaan yang tepat. Kombinasi antara Pariwisata dan ekonomi kreatif menjadi bumbu yang tepat untuk memberikan cita rasa perekonomian Bali yang tidak akan tergoyahkan apapun, seiring dengan gagasan ekonomi Kerthi Bali yang bertujuan untuk mewujudkan Bali yang berdikari dalam bidang ekonomi.
Penulis, Statistisi Ahli Muda pada Badan Pusat Statistik Provinsi Bali