A.A Ketut Jelantik, M.Pd. (BP/Istimewa)

Oleh A.A Ketut Jelantik, M.Pd

Rapor Pendidikan Bali tahun 2022 yang merupakan hasil pelaksanaan Asesmen Nasional (AN) tahun 2021 menunjukan rata-rata kompetensi numerasi anak-anak kita untuk semua jenjang (SD, SMP, SMA/SMK) masih di bawah kompetensi minimum. Ini menunjukan, kurang dari 50 persen peserta didik semua jenjang di Bali mampu menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis kontek yang relevan melalui berpikir dengan menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika.

Pendek kata hasil ini menggambarkan sebagian besar peserta didik di Bali belum memiliki keterampilan berpikir kritis. Meski demikian, kita patut bersyukur kompetensi literasi peserta didik kita telah mencapai kompetensi minimum.

Paling tidak ada dua dampak yang akan dirasakan sebagai konsekuensi dari rendahnya kemampuan berpikir kritis anak-anak kita. Pertama mereka akan kesulitan untuk melanjutkan pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi favorit.

Kedua, mereka akan memiliki daya saing global yang rendah. Tidak bisa dipungkiri, perubahan paradigmatis yang terjadi di seluruh spektrum kehidupan manusia berimplikasi juga pada tuntutan kualitas pendidikan yang dihasilkan lembaga pendidikan.

Baca juga:  Optimis Menatap BUMDes Menuju 4.0

Dewasa ini orang tua, maupun dunia industri tidak saja menginginkan lulusan yang kompeten melalui keterampilan abad ke-21, namun juga yang berkarakter. Ekspektasi ini mendorong lembaga-lembaga pendidikan berupaya keras untuk mampu melahirkan lulusan yang mampu bersaing bukan saja tingkat regional, namun juga tingkat global.

Mekanisme seleksi masuk perguruan tinggi atau sekolah unggulannpun mengalami perubahan. Bisa dipastikan kompetensi numerasi maupun literasi akan menjadi salah satu tolok ukur atau bahkan prasyarat utama apakah seseorang diterima atau ditolak di lembaga pendidikan tersebut.

Hal ini tentunya sangat masuk akal, sebab kompetensi numerasi dan literasi merupakan kompetensi dasar yang menjadi tolok ukur pengembangan karir di masa depan seseorang. Kompetensi numerasi dan literasi ditandai dengan kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi, berkolaborasi, serta berkreativitas, bukan saja dibutuhkan untuk seluruh diemensi kehidupan, namun juga akan berimplikasi pada orang untuk menentukan nasib dan masa depannya.

Baca juga:  Efek Biden untuk Pariwisata Indonesia

Apapun profesi orang, maka dua kemampuan dasar ini harus dipenuhi. Karenanya, rendahnya kompetensi numerasi peserta didik kita sebagaimana tergambar dari profil dan raport pendidikan Bali akan memberikan dampak buruk bagi mereka untuk menentukan jenjang pendidikan berikutnya.

Sementara dalam dimensi lain, rendahnya kompetensi numerasi peserta didik kita akan berdampak pada kemampuan daya saing global. Sebagaimana diketahui daya saing manusia saat ini ditandai dengan masyarakat padat pengetahuan (knowledge society) masyarakat informasi (information society) serta masyarakat jaringan (network society).

Masyarakat padat pengetahuan ditandai makin dominannya peran sains dan tehnologi dalam kehidupan masyarakat. Perkembangan ini telah mengubah tatanan kehidupan sosial, ekonomi, budaya.

Lanskape kehidupan masyarakat berubah. Masyarakat informasi akan mengubah paradigma masyarakat tentang implikasi dan dampak persebaran
informasi dalam berbagai bentuk. Informasi berbasis tehnologi digital akan mendominasi arus lalu lintas komunikasi baik dalam perspektif personal, nasional bahkan global.

Selanjutnya networking atau jaringan akan menjadi pengendali masyarakat. Hanya mereka yang mampu
membangun jaringan atau networking yang kuat
yang akan mampu berperan.

Baca juga:  Reformasi Birokrasi Berbasis Kebutuhan

Pendek kata di era revolusi industri 4.0,pengetahuan, informasi dan jaringan akan menjadi modalitas utama yang harus dimiliki masyarakat. Rapor Pendidikan Daerah merupakan produk asesmen nasional adalah amanat PP 57 tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Asesmen nasional adalah evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk pemetaan mutu sistem
pendidikan pada tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dengan menggunakan instrumen Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), survei karakter, dan survei lingkungan belajar. Ada empat hal yang menjadi target pengukuran melalui Asesmen Nasional ini yakni
kompetensi peserta didik, kualitas proses pembelajaran, kualitas pengelolaan satuan pendidikan
serta faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
pembelajaran dan kualitas pengelolaan satuan
pendidikan.

Hasil rapor pendidikan Bali memberikan gambaran bahwa dibutuhkan terobosan baru untuk meningkatkan kompetensi literasi dan numerasi anak-anak kita.

Penulis, Pengawas Sekolah di Disdikpora Bangli

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *