Oleh A.A Ketut Jelantik
Kemendikbud Ristek memperkenalan satu aplikasi digital berbasis android kepada guru dan tenaga kependidikan. Aplikasi ini dikenal dengan nama Platform Merdeka Mengajar (PMM). Launching aplikasi ini dilakukan langsung oleh Mendikbud Ristek Nadiem Anwar Makarim bersamaan dengan pengumuman hasil Asesmen Nasional tahun 2021 dalam bentuk raport pendidikan awal tahun lalu.
Platform Merdeka Mengajar selain dimaksudkan memberikan kanal digital bagi guru untuk mengajar, dan belajar juga sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan kreativitas digital guru. Platform ini menyediakan beragam fitur. Mulai dari video pembelajaran, praktik baik tentang Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, hingga pelatihan mandiri. Guru juga diberikan ruang untuk memamerkan karya inovatifnya melalui fitur bukti karya. Pendek kata, Platform Merdeka Megajar sangat “memanjakan” guru maupun Tendik untuk berselancar di dunia digital.
Namun maksud baik tersebut belum sepenuhnya mampu mencairkan kebekuan niat digital sebagian guru. Terbukti, kanal untuk berinovasi dan berkreasi yang disiapkan dalam Platform Merdeka Mengajar masih belum dimanfaatkan secara maksimal dan optimal oleh guru. Ada dua hal mendasar yang patut diduga menjadi penyebab kenapa guru dan tenaga kependidikan masih belum mampu menunjukan kreativitas digital. Pertama berkaitan dengan kemampuan digital (digital skill), serta yang kedua berkaitan dengan budaya digital (digital Culture)
Secara sederhana kemampuan digital adalah kemampuan untuk menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak berbagai media digital secara afektif dan berdaya guna. Seseorang yang telah mampu mengoperasikan, perangkat lunak dan perangkat keras sesuai dengan fungsi dan kebutuhan sudah dianggap memiliki kemampuan digital.
Kemampuan digital seseorang tidak semata-mata dilatarbelakangi kemampuan akademik atau keilmuannya, namun lebih banyak didasari munculnya kesadaran atau motivasi yang bersangkutan untuk berperan aktif dalam mengelola perangkat lunak dan perangkat keras. Umumnya motivasi tersebut muncul akibat tuntutan pekerjaan. Makin tinggi tuntutan pekerjaan yang berbasis digital, maka akan makin tinggi motivasi seseorang untuk belajar menguasai teknologi digital.
Selain itu, kemampuan digital juga dipengaruhi oleh upaya yang sungguh-sungguh artinya membutuhkan ketekunan, sedikit usaha dan kerja keras bagi guru khususnya yang selama ini masih gaptek, agar terbiasa mengggunakan berbagai aplikasi teknologi digital baik yang sifatnya sederhana hingga yang lebih rigid.
Nah, dalam kontek inilah tampaknya sebagian guru-guru mengalami batu sandungan. Kondisi ini makin komplek ketika tehnologi digital berkembang dengan sangat pesat. Temuan-temuan tehnologi digital khususnya aplikasi baru dengan sangat cepat tergantikan dengan temuan aplikasi yang lebih baru dan tentu lebih canggih atau sophisticated. Banyak guru tidak mampu mengejar laju perkembangan tehnologi digital tersebut sehingga menyebabkan banyak diantara mereka yang menyerah, putus asa dan menganggap tuntutan penguasaan kemampuan digital sebagai sesuai yang memberatkan dan membebani mereka.
Belum optimalnya guru dalam menggunakan tehnologi digital termasuk penggunaan Platform Merdeka Mengajar untuk peningkatan kompetensi dan profesionalismenya menunjukan jika budaya digital di kalangan guru rendah. Dikhawatirkan belum maksimalnya budaya digital akan berdampak pada rendahnya kemampuan analitik guru dalam menentukan mana informasi berdasarkan fakta dan mana informasi yang bersifat hoax.
Sebagaimana diketahui jumlah pengguna internet di Indonesia versi Kementrian Informasi dan Komunikasi hingga tahun 2021 sebanyak 196,7 juta. Ini menunjukan bahwa internet merupakan salah satu kebutuhan bagi masyarakat Indonesia. Namun sayangnya, di tengah-tengah tingginya animo warga untuk menggunakan internet ternyata penyalahgunaan internet juga tinggi.
Laporan tentang terjadinya cyber crime, berita hoax, perundungan, serta caci maki melalui media sosial hingga saat ini masih sering menghiasi berita-berita di media mainstream maupun media online. Ini sekaligus membuktikan jika etika warga netizen kita dalam penggunaan internet masih memprihatinkan. Guru seharusnya bisa memposisikan dirinya sebagai sosok yang berbudaya digital yang tinggi. Sosok yang berbudaya digital ditandai dengan kemampuan untuk menjadikan tehnologi digital sebagai piranti untuk mempercepat proses membangun dalam berbagai dimensi kehidupan, dan sekaligus menjadi benteng dari penetrasi negative teknologi digital.
Platform Merdeka Mengajar yang diluncurkan Kemendikbud Ristek selain diharpakan mampu membangkitkan budaya dan kemampuan digital guru, sesungguhya salah satu langkah awal dari program digitalisasi pendidikan di Indonesia. Oleh sebab itu, selayaknya PMM menjadi embrio bagi tumbuh kembangnya budaya dan kemampuan digital warga sekolah khususnya guru.
Penulis, Pengawas Sekolah di Dikpora Kabupaten Bangli