Ilustrasi Kantor pusat Asian Development Bank (ADB) di Filipina. (BP/Antara)

MANILA, BALIPOST.com – Bank Pembangunan Asia (ADB) memangkas perkiraan pertumbuhan negara-negara berkembang Asia untuk 2022 pada Kamis (21/7) menjadi 4,6 persen dari 5,2 persen. Pemangkasan ini disebabkan memburuknya prospek ekonomi karena ketegangan geopolitik, pengetatan moneter yang lebih agresif di negara-negara maju, dan pandemi COVID-19.

Dikutip dari Kantor Berita Antara, dalam suplemen untuk Asian Development Outlook 2022, publikasi ekonomi tahunan unggulan bank, ADB juga memangkas perkiraan pertumbuhan 2023 untuk negara berkembang Asia menjadi 5,2 persen dari 5,3 persen. Bank yang berbasis di Manila memangkas perkiraan pertumbuhan 2022 untuk Asia Timur dari 4,7 persen menjadi 3,8 persen; perkiraan pertumbuhan Asia Selatan diturunkan dari 7,0 persen menjadi 6,5 persen untuk 2022 dan dari 7,4 persen menjadi 7,1 persen untuk 2023.

Baca juga:  Gubernur Koster dan Cok Ace Resmikan Pasar Rakyat Tematik Wisata Ubud

Perkiraan 2022 untuk Asia Tenggara sedikit ditingkatkan dari 4,9 persen menjadi 5,0 persen karena permintaan domestik diuntungkan dari pencabutan pembatasan mobilitas COVID-19 yang berkelanjutan dan pembukaan kembali perbatasan di beberapa ekonomi di sub-kawasan tersebut.

Prospek pertumbuhan Kaukasus dan Asia Tengah dinaikkan dari 3,6 persen menjadi 3,8 persen untuk 2022 dan dari 4,0 persen menjadi 4,1 persen untuk 2023. Prospek pertumbuhan tahun ini untuk Pasifik direvisi dari 3,9 persen menjadi 4,7 persen.

Baca juga:  Penuhi Kebutuhan Lokal, Tabanan Kembangkan Kawasan Pisang

Prakiraan inflasi untuk negara berkembang Asia dinaikkan dari 3,7 persen menjadi 4,2 persen untuk 2022 dan dari 3,1 persen menjadi 3,5 persen untuk 2023 karena harga bahan bakar dan pangan yang lebih tinggi.

Namun, ADB mengatakan tekanan inflasi di kawasan itu “lebih rendah daripada di tempat lain di dunia.”

ADB menambahkan gangguan pasokan dan meningkatnya sanksi yang dikenakan pada Rusia telah meningkatkan harga-harga komoditas global dan tetap lebih tinggi dari level yang sudah meningkat pada 2021, yang menyebabkan peningkatan tekanan inflasi di banyak ekonomi regional. (kmb/balipost)

Baca juga:  Potensi Royalti Lagu dan Musik Capai Rp 1 Triliun
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *