AAGN Ari Dwipayana. (BP/Istimewa)

YOGYAKARTA, BALIPOST.com – Para pemuda saat ini menghadapi tiga tantangan besar, yakni bonus demografi, disrupsi dan hiper kompetisi. Ketiganya berkelindan dan saling mempengaruhi. Demikian dikemukakan Koordinator Staf Khusus Presiden RI, AAGN Ari Dwipayana, Sabtu (23/7) saat menjadi keynote speaker sekaligus membuka acara seminar “We Are Youth, We Are Future.”

Dalam paparannya, Ari mengatakan pada 2020-2036, diperkirakan jumlah usia produktif Indonesia akan mencapai 205 juta jiwa. “Ini bisa menjadi berkah, tapi juga bisa menjadi musibah,” tutur Ari dalam seminar yang diselenggarakan Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Jika terserap lapangan kerja yang berkualitas, ia menilai limpahan tenaga produktif tersebut bisa menopang laju pertumbuhan Indonesia. Namun jika tidak, maka bonus demografi tersebut hanya akan memicu pengangguran dan kriminalitas yang meraja lela.

Baca juga:  Menjenguk Kembali Proses Pemberadaban Bali, Sejarah sebagai Tamba Eling

Ari Dwipayana juga menekankan pentingnya merespon disrupsi yang dipicu oleh Revolusi Industri 4.0 saat ini. Mengutip kajian World Economic Forum tentang pekerjaan masa depan, Doktor Ilmu Politik UGM ini menyebut bahwa saat ini banyak pengetahuan, keterampilan dan pekerjaan lama yang mulai usang, tergusur oleh emerging knowledge, emerging skills dan emerging Jobs.

“Para pelaku bisnis memproyeksikan pada 2025 , porsi pekerjaan rutin atau redundant roles akan berkurang dari 15% menjadi 9.4% , atau turun 6.4% karena perannya digantikan teknologi,” urai Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud itu.

Di sisi lain, porsi pekerjaan profesional akan meningkat dari 7,8% menjadi 13,5%, atau naik 5,7% seiring penggunaan teknologi baru. Hingga 2025 , diperkirakan 85 juta pekerjaan akan digantikan oleh mesin , dan 97 juta pekerjaan baru akan muncul dengan sistem kerja lebih fleksibel.

Baca juga:  Bertahan Seiring Waktu, Sastra Jawa Kuna dalam Posisi Penuh Perjuangan

Kelindan bonus demografi dan Revolusi Industri 4.0 tersebut akan menciptakan ekosistem persaingan yang super ketat, yaitu hiper-kompetisi. Akses lapangan kerja akan diperebutkan, bukan hanya antar pencari kerja di suatu negara, tapi juga diperebutkan oleh negara-negara di seluruh dunia.

Tren digital nomad juga mulai menjamur di seluruh dunia, di mana orang bisa bekerja di mana saja, work from anywhere tanpa terbatas sekat negara. Karena itu, Ari menekankan pentingnya generasi muda untuk membekali diri dengan kompetensi masa depan.

Baca juga:  Memasuki Cuti Bersama, Pemerintah Ingatkan Lonjakan Pemudik Lebaran

“Critical Thinking, Creativity, Collaboration adalah kompetensi dasar yang harus dikuasai agar para pemuda tidak hanya menjadi korban disrupsi. Tapi sebaliknya, bisa menjadi disruptor, yang turut menentukan arah perubahan,” tutur Ari dalam rilisnya.

Selanjutnya, Ari Dwipayana juga menekankan agar para pemuda merumuskan panggilan sosial yang akan dilakoninya. Selain memperkuat kapasitas profesional dan mengembangkan semangat entrepreneurship, para pemuda juga harus menjadi solusi bagi persoalan-persoalan sosial yang mengemuka. “Yang tak kalah penting, yaitu lead by example. Para pemuda bisa memanifestasikan pandangan dan nilai kebangsaan, kemanusiaan hingga konservasi lingkungan dalam cara hidup sehari-hari,” tandas Ari. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *