DENPASAR, BALIPOST.com – Dijadikannya Rahina Tumpek Krulut sebagai Hari Tresna Asih (Kasih Sayang Dresta Bali) di bawah kepemimpinan Gubernur Bali, Wayan Koster dan Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati mendapat apresiasi dan dukungan penuh dari berbagai pihak. Dukungan ini disampaikan oleh Ida Rsi Agung Pinatih Kusuma Yoga dari Griya Tulikup, Gianyar, Akademisi Unhi Denpasar, I Kadek Satria, Siswa SMKN 1 Denpasar, I Kadek Divayana, dan Mahasiswa Undiknas Denpasar, Putu Angel Purnamayanti.
Ida Rsi Agung Pinatih Kusuma Yoga menyampaikan bahwa dijadikannya Rahina Rahina Tumpek Krulut sebagai Hari Tresna Asih (Kasih Sayang Dresta Bali) merupakan bentuk komitmen nyata dari Gubernur Bali dalam upaya pelestarian kebudayaan atau kearifan lokal Bali. Rahina Tumpek Krulut yang merupakan tumpek yang keempat dari enam Tumpek yang ada dalam siklus kalender Bali secara filosofis, bertujuan untuk ‘Menstanakan Dewa Keindahan’ dalam diri manusia, agar manusia senantiasa diberikan kesenangan dan kebahagiaan dalam menjalani kehidupan.
Keindahan (lango) banyak terdapat dalam karya seni, seperti gamelan atau musik. Secara psikologis musik memiliki kedayaan estetik untuk mempengaruhi suasana hati menjadi lebih senang.
Pada Rahina Tumpek Krulut dipuja Dewa Iswara sebagai Dewa Keindahan, memohon waranugraha agar manusia terus menerus diberi kesenangan dan kebahagiaan niskala-sakala. “Selain dengan cara mendengarkan dan memainkan gamelan rasa senang dan kebahagiaan dalam diri manusia juga dapat dicapai dengan membangun tresna asih/kasih sayang terhadap sesama manusia dan melakukan aktivitas kebersamaan. Dalam kaitan inilah Tumpek Krulut juga identik dengan Rahina Tresna Asih. Tresna Asih berarti kasih sayang, berarti pula penyucian dan pemuliaan manusia, sebagaimana ajaran kearifan lokal Jana Kerthi,” imbuhnya.
Ida Rsi juga mengajak agar menjadikan Tumpek Krulut sebagai Rahina Tresna Asih karena itu merupakan warisan leluhur orang Bali yang sangat berharga. “Mari kita rawat warisan ini dengan niat mulia, komitmen kuat, dan sungguh-sungguh agar menjadi laku hidup bagi semeton Krama Bali sebagai penanda peradaban Bali era baru dalam mengarungi arus deras dinamika kehidupan lokal, nasional, dan global. Melalui Perayaan Rahina Tumpek Krulut ini mari kita syukuri anugerah Hyang Widhi Wasa yang telah memberikan kesenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan kita niskala dan sakala,” ujarnya
Akademisi Unhi Denpasar, I Kadek Satria mengungkapkan seluruh masyarakat Bali telah melaksanakan perayaan Rahina Tumpek Krulut secara niskala dan sakala pada, Sabtu (Saniscara Kliwon, Krulut), 23 Juli 2022. Sebab, Gubernur Koster telah meresmikan Rahina Tumpek Krulut sebagai perayaan hari Tresna Asih/hari kasih sayang seusai pelaksanaan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 04 Tahun 2022 tentang Tata-Titi Kehidupan Masyarakat Bali berdasarkan Nilai-nilai Kearifan Lokal Sad Kerthi dalam Bali Era Baru.
Dikatakan Kadek Satria, Tumpek Krulut dijadikan harinya Tresna Asih adalah upaya nyata dari ritual tumpek. Artinya bukan hanya beritual, tetapi ada tindakan nyata melalui saling kasih dan menyayangi dengan segala makhluk kehidupan. “Inilah pemaknaan Tumpek Krulut, bahwa rasa-rasa yang ada mesti dimuliakan dengan upacara dan aksi nyata. Upacaranya adalah dengan ritual pada gambelan dan aksi nyatanya adalah cinta kasih terhadap diri, sesama dan lingkungan yang akan menghasilkan cinta kasih utama yaitu kepada Sang Pencipta. Bahwa beliau penganugerah segala yang mesti disyukuri. Cinta bukan hanya persoalan ikatan laki perempuan atau bahkan libido seks semata. Lebih dari itu, cinta kasih adalah ungkapan kesadaran rasa syukur manusia atas hidup ini,” tandas Kadek Satria, Selasa (26/7).
Lebih jauh dikatakan, bahwa jalinan instrumen gambelan tak bisa berdiri sendiri, namun gabungan atau lulut/jalinan/rangkaian inilah simbol penyatuan yang memunculkan nilai seni (kasih, red). “Artinya penyatuan, ikatan, rangkaian yang terhubung inilah menghasilkan keindahan. Keterhubungan kita sebagai manusia dengan alam dan lingkungan serta sesama adalah bagian yang akan memunculkan keindahan hidup. Inilah sesungguhnya aksi nyata dari pemaknaan tumpek ini,” sebutnya.
Ia menyatakan Tumpek Krulut digunakan untuk memuja Sang Hyang Iswara atau dewa keindahan (samara ratih). Ini dilakukan untuk memohon kepada Tuhan tentang keharmonisan (bagaikan gambelan yang menghasilkan keindahan suara dari masing-masing instrument gambelan, red). Sesuai dengan SE Gubernur Bali, bahwa Tumpek Krulut sebagai Rahina Tresna Asih memiliki dasar yang jelas, yaitu mengingatkan kembali untuk kita sebagai generasi muda Bali agar ingat kepada jati diri kita untuk selalu membangun keharmonisan melalui saling mengasihi sesama hidup di alam ini dan sebagai sesama makhluk Tuhan.
Lebih lanjut Kadek Satria menyatakan, cinta kasih dalam kaitannya dengan Tumpek Krulut adalah menumbuhkan cinta universal, bahwa semua adalah saudara yang harus disayangi. “Vasudewa kuthumbakam, semua adalah saudara. Jadi upaya Gubernur Bali, Wayan Koster dengan mengaitkan dan menguatkan hari suci ke dalam bentuk nyata kepada alam dan lingkungan adalah hal yang sangat positif untuk menambah makna dari ritual hari suci itu sendiri untuk pemuliaan dengan dasar cinta kasih sebagai kesadaran sebagai makhluk Tuhan. Apalagi, Hindu terutama di Bali mengutamakan hari suci tumpek sebagai hari yang puncak. Puncak dari perhitungan panca wara dengan sapta wara, walau pada dasarnya tak bisa kita melihat ini sebagai puncak ataupun dasar atau awal. Namun dianggap hari inilah adalah pertemuan puncak dan Tumpek Krulut menjadi landasan puncak memuliakan diri dengan cinta kasih atau Tresna Asih,” ungkapnya.
Sementara itu, I Kadek Divayana Siswa dari SMKN 1 Denpasar, berpendapat bahwa Perayaan Tumpek Krulut adalah sebagai pengingat bagi umat Hindu di Bali akan rasa syukur dan kasih sayang terhadap sesama manusia, alam, dan juga Hyang Widhi Wasa sebagai persembahan bhakti kepada Dewa Iswara yang dalam bentuk manifestasinya sering dilakukan upacara terhadap gambelan.
“Gambelan memiliki berbagai instrumen berbeda, namun menghasilkan suatu kesatuan melodi yang indah. Tentu gambelan inilah yang harus kita jadikan pedoman hidup, ketika banyak perbedaan, tetapi kita harus saling menghargai, memberikan kasih sayang yang sama,” ujar I Kadek Divayana.
Katanya juga, bahwa dewasa ini masyarakat mulai terpengaruh akan kebudayaan luar yang menyebabkan kecenderungan masyarakat akan kurangnya bersosialisasi, dikarenakan teknologi sudah maju, semua bisa dilakukan sendiri, hingga mampu mengikis rasa kepedulian akan sesama umat manusia. Oleh karenanya, sekali lagi Tumpek Krulut yang telah digelorakan Gubernur Bali, Wayan Koster melalui Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 04 Tahun 2022 tentang Tata-Titi Kehidupan Masyarakat Bali berdasarkan Nilai-nilai Kearifan Lokal Sad Kerthi dalam Bali Era Baru ini perlu dilaksanakan sebagai pengingat bahwa kita manusia seharusnya memiliki rasa empati, tidak hanya kepada orang lain, melainkan juga kepada alam, dan Hyang Widhi Wasa.
Mahasiswa Undiknas Denpasar, Putu Angel Purnamayanti menegaskan selaku generasi muda, pihaknya sangat mendukung kebijakan Gubernur Bali, Wayan Koster yang telah menguatkan kembali Perayaan Tumpek Krulut sebagai harinya tresna asih (kasih sayang) dengan tetap mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi di Bali.
“Ini upaya nyata untuk membentengi warisan budaya leluhur Bali yang kita rasakan bersama sungguh luar biasa. Karena dalam dekade belakangan ini, perlahan – lahan budaya Bali yang diagungkan oleh negara luar malah ada yang sudah terkikis. Untuk itu, saya berharap agar generasi muda dapat menerapkan Perayaan Tumpek Krulut, tidak hanya saat peringatannya saja, tapi dapat diimplementasikan lebih sering dalam kehidupan sehari-hari,” ungkapnya. (kmb/balipost)